[ad_1]
Sebuah kota di wilayah barat daya Afghanistan menjadi ibu kota provinsi pertama yang jatuh ke tangan Taliban semenjak kelompok militan ini melancarkan serangan besar-besaran awal tahun ini.
Para pejabat setempat mengatakan Taliban telah merebut Zaranj, di provinsi Nimroz, yang merupakan pukulan telak bagi pasukan pemerintah.
Kelompok pemberontak terus membuat kemajuan pesat di seluruh negeri ketika pasukan asing mundur.
Mereka menguasai kawasan pedesaan dan saat ini menargetkan kota-kota utama.
Beberapa ibu kota provinsi lainnya, yang saat ini berada di bawah tekanan, di antaranya Herat di wilayah barat, dan kota-kota di daerah selatan, seperti Kandahar dan Lashkar Gah.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, pada hari Jumat mengatakan perang di sana telah memasuki “fase baru, lebih mematikan, dan lebih merusak”, dengan lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam sebulan terakhir.
Dia memperingatkan bahwa negara itu tengah menuju “malapetaka”, dan meminta Dewan Keamanan PBB supaya mengeluarkan “pernyataan jelas bahwa serangan terhadap kota-kota harus dihentikan sekarang juga”.
Belakangan, pada hari Jumat, pemerintah Inggris menyarankan semua warganya di Afghanistan untuk meninggalkan negeri itu karena situasi keamanan memburuk.
Kota ‘jatuh tanpa ada perlawanan’
Kelompok Taliban mengklaim kemenangan di Zaranj – pusat perdagangan utama di dekat perbatasan Iran – dalam sebuah unggahan yang dibagikan di Twitter.
“Ini adalah permulaan, dan lihat bagaimana provinsi-provinsi lainnya segera jatuh ke tangan kita,” kata seorang komandan Taliban kepada Kantor berita Reuters.
Foto-foto yang diunggah di media sosial memperlihatkan warga sipil menjarah barang-barang dari gedung-gedung pemerintah.
Beberapa anggota pemberontak Taliban difoto di dalam bandar udara setempat dan berpose di ruas jalan yang mengarah ke kota.
Mereka terus berupaya merebut kota itu setelah merebut beberapa distrik di sekitarnya.
Namun demikian, Wakil Gubernur Nimroz, Roh Gul Khairzad mengatakan kepada wartawan bahwa Zaranj jatuh “tanpa perlawanan”.
Dia dan pejabat lokal lainnya mengeluhkan kurangnya bantuan dari pemerintah Afghanistan.
“Kota itu berada di bawah ancaman, tetapi tidak ada seorang pun dari pemerintah pusat yang mendengarkan kami,” kata Khairzad.
Taliban terakhir kali merebut ibu kota provinsi itu pada 2016, ketika mereka menguasai sekejap kota Kunduz di wilayah utara.
Para militan melancarkan kampanye militer besar-besaran pada Mei, bertepatan penarikan secara bertahap pasukan AS dan NATO setelah 20 tahun mereka menggelar operasi militer.
Dengan dikuasainya kota Zaranj akan menambah momentum bagi kelompok militan itu, kata para pengamat.
Sehari sebelumnya, pasukan AS dan Afghanistan melancarkan serangan udara ke posisi kelompok itu di Lashkar Gah, ibu kota provinsi Helmand.
Pasukan pemerintah berjanji tidak akan kehilangan kota penting yang strategis itu, dan pertempuran di sana berlangsung sengit.
Para pejabat telah mendesak warga sipil untuk mengungsi, dimana ribuan orang terjebak atau melarikan diri demi menyelamatkan diri.
Di Herat, warga juga telah meninggalkan rumahnya untuk mengantisipasi serangan pemerintah terhadap posisi kelompok Taliban.
“Kami tidak punya apa-apa lagi dan kami tidak tahu harus pergi ke mana,” kata seorang warga kepada kantor berita AFP.
‘Penghinaan terhadap hak asasi manusia’
Dawa Khan Menpal ditembak mati saat meninggalkan masjid di mobilnya.
Taliban mengatakan dia “dihukum karena perbuatannya”.
Negara-negara mitra pemerintah Afghanistan mengutuk pembunuhan itu dan menganggapnya sebagai tindakan mengejutkan dan pengecut.
Kuasa usaha AS untuk Afghanistan, Ross Wilson, mentweet bahwa dia “sedih dan muak” dengan pembunuhan itu, seraya menambahkan:
“Pembunuhan ini merupakan penghinaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berbicara bagi warga Afghanistan.”
Beberapa hari sebelumnya, serangan terhadap kediaman menteri pertahanan Afghanistan di Kabul menewaskan sedikitnya delapan orang.
Sang menteri, Bismillah Khan Mohammadi, tidak berada di rumah saat serangan tersebut.
Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Jumat, para perwakilan menyuarakan keprihatinan atas pertumpahan darah yang terus berkembang di negeri itu.
Utusan Afghanistan, Ghulam Isaczai meminta Dewan Keamanan agar mengambil tindakan guna menekan Taliban supaya menghentikan serangannya dan mengambil bagian dalam pembicaraan damai.
“Adalah tanggung jawab kita bersama untuk menghentikan mereka menghancurkan Afghanistan dan mengancam komunitas dunia,” katanya.
Sementara itu, ketua Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara di kawasan khususnya perlu memberi tahu Taliban bahwa upaya merebut kekuasaan melalui kekerasan itu berarti bahwa pemerintahan mereka tidak akan diakui.
[ad_2]
Source link