Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah mempersiapkan aturan “Kenali Pelanggan Anda” atau yang dikenal sebagai “Know Your Customer” (KYC) bagi operator seluler sebagai syarat wajib untuk registrasi nomor seluler. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk meningkatkan keamanan dalam penggunaan nomor seluler.
Wayan Toni Supriyanto, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, dalam sebuah rapat bersama Komisi I DPR RI di Jakarta pada hari Selasa, mengungkapkan bahwa aturan KYC ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Wayan menjelaskan, “Melalui peraturan-peraturan ini, operator seluler akan diwajibkan untuk mengenali pelanggan mereka, yang dikenal dengan istilah Know Your Customer (KYC). Oleh karena itu, rencana registrasi pelanggan akan bergantung pada data biometrik yang mencakup pengenalan wajah, sidik jari, dan iris mata.”
Meskipun saat ini sudah ada aturan yang kompleks untuk registrasi nomor seluler yang melibatkan penggunaan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK), masih terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang mencari celah dan melakukan tindakan penipuan. Beberapa kasus melibatkan NIK dan KK yang didaftarkan dengan tidak sesuai pemilik aslinya, yang akhirnya digunakan untuk melakukan tindakan penipuan.
Oleh karena itu, diperlukan sistem registrasi baru seperti KYC untuk memastikan bahwa proses registrasi nomor seluler lebih kompleks dan aman daripada sebelumnya. Wayan menjelaskan, “KYC memungkinkan adanya kemampuan untuk melacak jika terjadi penyalahgunaan nomor. Dengan demikian, kita dapat mengidentifikasi pemilik asli nomor tersebut.”
Saat ini, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika sedang mengadakan konsultasi publik untuk menyempurnakan aturan seputar KYC sebagai syarat registrasi nomor seluler. Wayan juga mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi dalam menerapkan KYC secara nasional, mulai dari kesiapan infrastruktur hingga beban biaya.
Dari segi infrastruktur, menurut Wayan, belum semua masyarakat di Indonesia menggunakan ponsel pintar, sehingga fitur-fitur pengenalan biometrik belum bisa diakses secara merata oleh masyarakat.
Dalam hal biaya, operator seluler masih menghadapi tantangan karena Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri menetapkan biaya yang cukup tinggi untuk memanfaatkan data biometrik kependudukan. Wayan menjelaskan bahwa saat ini, untuk satu kali verifikasi data biometrik, operator seluler harus membayar biaya sebesar Rp3.000 sebagai biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Operator seluler saat ini sedang berusaha untuk mengajukan permohonan kepada Direktorat Dukcapil agar biaya PNBP dapat dikurangi sehingga tidak memberatkan,” ujar Wayan.
Dia berharap bahwa tantangan-tantangan ini dapat segera ditemukan solusinya sehingga sistem KYC dapat segera diterapkan setelah aturan yang sedang dalam proses penyusunan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika selesai.
Hingga Juni 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat bahwa terdapat sekitar 338 juta pelanggan nomor seluler aktif di Indonesia, dengan 97 persen dari mereka menggunakan layanan prabayar dan sisanya 3 persen menggunakan layanan pascabayar. DMS