Jakarta (DMS) – Sejumlah pabrik di Indonesia menghentikan operasionalnya pada awal 2025, mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi ribuan pekerja. Penutupan ini dipicu oleh berbagai tantangan ekonomi, termasuk penurunan permintaan pasar dan meningkatnya biaya produksi.
Fenomena ini memberikan dampak signifikan bagi industri manufaktur dan tekstil, sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di beberapa daerah. Beberapa perusahaan memilih untuk merelokasi produksi ke luar negeri, sementara lainnya terpaksa gulung tikar.
Daftar Pabrik yang Tutup dan PHK Massal
- Sritex
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan operasionalnya per 1 Maret 2025, berdampak pada PHK lebih dari 10 ribu pegawai. Keputusan ini diambil setelah rapat kreditur dalam kepailitan menyatakan bahwa perusahaan tidak dapat melanjutkan usaha (going concern).
Kurator, Denny Ardiansyah, mengungkapkan bahwa faktor utama penutupan adalah kekurangan modal kerja, tingginya biaya produksi, dan risiko kerugian harta pailit. Penyelesaian utang akan dilakukan melalui lelang aset yang telah dinilai oleh akuntan independen. PHK seluruh karyawan terjadi pada 26 Februari 2025, dengan hari kerja terakhir pada 28 Februari 2025.
- Sanken Indonesia
Pabrik Sanken di kawasan industri MM2100, Cikarang, Jawa Barat, akan berhenti beroperasi pada Juni 2025. Penutupan ini telah dilaporkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) dan dikonfirmasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Setia Diarta, menyatakan bahwa pabrik tersebut dikelola sepenuhnya oleh penanaman modal asing (PMA) dan tidak terkait dengan Sanken Indonesia lainnya. Produksi pabrik mengalami penurunan signifikan, dengan tingkat utilitas hanya mencapai 14 persen pada 2024.
Penutupan ini merupakan keputusan induk perusahaan di Jepang yang memutuskan untuk memindahkan lini produksi ke negara asalnya guna berfokus pada sektor semikonduktor.
- Yamaha
Dua pabrik Yamaha yang memproduksi piano di Indonesia akan berhenti beroperasi tahun ini, berdampak pada PHK bagi sekitar 1.100 karyawan.
PT Yamaha Music Product Asia di MM2100, Bekasi, yang mempekerjakan 400 orang, akan tutup pada Maret 2025. Sementara itu, PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta, dengan 700 karyawan, akan berhenti beroperasi pada Desember 2025.
Penutupan ini disebabkan oleh penurunan permintaan pasar, yang menyebabkan Yamaha memutuskan untuk memindahkan produksi ke China dan Jepang.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa meskipun industri manufaktur Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan positif, kasus penutupan pabrik dan PHK massal tetap menjadi perhatian serius.
“Kami akan menelaah lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan PHK dan relokasi produksi, apakah karena mismanajemen, persaingan global, atau faktor ekonomi lainnya,” ujar Agus.
Pemerintah berkomitmen untuk mencari solusi guna menjaga stabilitas sektor industri dan memastikan kesejahteraan tenaga kerja terdampak. (DMS/CC)