Jakarta (DMS) – Sebanyak 13 organisasi masyarakat sipil mendesak para pemengaruh digital atau influencer untuk menghentikan promosi rokok elektronik (vape) kepada anak-anak dan remaja. Seruan tersebut disampaikan melalui surat terbuka yang disampaikan Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwanto, Jumat (30/5).
Organisasi yang tergabung dalam koalisi tersebut antara lain Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), RUKKI, dan Yayasan Lentera Anak.
“Setiap hari anak-anak dan remaja terpapar konten promosi vape yang dibawakan para pemengaruh seolah-olah rokok elektronik adalah gaya hidup yang keren dan aman,” kata Bigwanto dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Ia menegaskan, vape mengandung zat adiktif yang dapat menyebabkan kecanduan serta menimbulkan risiko kesehatan serius, terutama pada usia muda yang lebih rentan terhadap paparan nikotin.
Bigwanto merujuk pada hasil survei daring tahun 2020 oleh peneliti Universitas Dian Nuswantoro Semarang terhadap 1.239 responden usia 15 tahun ke atas di lima kota besar. Survei tersebut menunjukkan bahwa sekitar 84 persen responden pernah melihat iklan atau promosi rokok elektronik di media sosial seperti Facebook, Instagram, dan YouTube.
“Partisipan yang terpapar iklan vape tercatat 2,91 kali lebih mungkin pernah menggunakan vape, dan 2,82 kali lebih mungkin menjadi pengguna aktif,” ujarnya.
Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 juga menunjukkan prevalensi penggunaan rokok elektronik meningkat signifikan dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021. Di kalangan remaja usia 10–18 tahun, angkanya naik dua kali lipat dari 0,06 persen pada 2018 menjadi 0,13 persen pada 2023.
Bigwanto menyayangkan masih longgarnya pengawasan terhadap promosi rokok elektronik di media sosial. Ia menilai tidak ada langkah tegas dari platform digital untuk menindak konten promosi yang menyesatkan tersebut.
“Vape menjadi produk yang paling bebas dipromosikan. Regulasi masih sangat minim, meskipun cukai terhadap rokok elektronik sudah diberlakukan sejak 2018,” katanya.
Ia mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang melarang iklan dan promosi produk tembakau dan rokok elektronik di media sosial. Namun, menurutnya, implementasi aturan tersebut masih perlu pengawasan dan dukungan semua pihak.
Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, menambahkan pihaknya meminta para pemengaruh untuk mematuhi PP 28/2024 agar anak-anak Indonesia terlindungi dari paparan konten promosi produk yang membahayakan kesehatan.
“Kami percaya bahwa para influencer bukan sekadar pencipta konten, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial dalam membentuk opini publik yang lebih sehat,” ujar Lisda.
Ia menyoroti keterlibatan sejumlah figur publik dalam promosi produk vape, seperti musisi Ariel Noah yang mempromosikan merek Vuse di akun Instagram-nya. Klub motor The Prediksi yang berkolaborasi dengan merek Foom juga diketahui mempromosikan berbagai varian rasa e-liquid melalui akun Instagram @theprediksi_.
Lisda meminta para pemengaruh untuk menghapus konten promosi rokok elektronik dari akun mereka dan menggunakan pengaruhnya untuk edukasi publik tentang bahaya nikotin serta pentingnya gaya hidup sehat. DMS/AC