Jakarta (DMS) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) merespons kritik masyarakat dengan empati melalui dialog terbuka dan komunikasi yang menenangkan. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk menjaga stabilitas serta memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Pendekatan ini diharapkan tidak hanya meredam potensi konflik, tetapi juga menjadi fondasi untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat,” ujar Tito dalam arahannya pada Rapat Koordinasi Nasional bersama seluruh kepala daerah secara daring, Senin (8/9).
Tito menekankan agar kepala daerah mengedepankan pendekatan kolaboratif dan humanis. Beberapa arahan yang ia sampaikan antara lain: menyambangi tokoh masyarakat untuk membangun komunikasi langsung, menggelar doa lintas agama demi harmoni sosial, serta menggunakan bahasa santun yang mampu meredakan ketegangan di ruang publik.
Instruksi Mendagri itu langsung direspons positif sejumlah kepala daerah. Wali Kota Sawahlunto Riyanda Putra, misalnya, menggelar pertemuan terbuka di Balai Kota bersama Forkopimda, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menampung aspirasi warga. Sementara itu, Wali Kota Medan Rico Waas mengadakan doa bersama lintas agama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung juga menekankan pentingnya keterlibatan RT dan RW dalam menjaga keamanan lingkungan pasca-kericuhan. Di Jawa Tengah, Gubernur Ahmad Luthfi menginstruksikan BUMD menggelar Gerakan Pangan Murah untuk membantu masyarakat kecil. Sedangkan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid menjalin kerja sama dengan Bulog agar kantor desa menjadi titik distribusi beras SPHP dan mengusulkan reaktivasi program Raskin.
Menurut Tito, pendekatan humanis akan memperkuat pondasi jangka panjang ketahanan sosial. Hal ini juga mendapat dukungan dari Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, yang menilai cepatnya respons daerah menunjukkan pemimpin mampu mengarahkan perubahan sosial jika memahami psikologi publik.
“Instruksi Mendagri itu menyentuh langsung fitrah seorang pemimpin. Negara kita memang butuh kolaborasi kuat antara pemimpin dan rakyat dalam menghadapi ketidakpastian global,” kata Iwan.
Namun, Iwan mengingatkan agar keterbukaan pemimpin tidak berhenti pada simbolik atau seremonial semata. “Respons yang terbuka harus bermuara pada kebijakan nyata yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat,” tegasnya. DMS/AC