[ad_1]

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, mendatangi Mabes Polri pada Senin (03/07) siang.
Pimpinan Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, mendatangi Bareskrim Polri, Senin (03/07), untuk mengklarifikasi laporan masyarakat yang menyebut dirinya menista. Pegiat keberagaman meminta masalah ini diselesaikan secara ‘akademis’.
Sekitar pukul 13.40 WIB, Panji didampingi sejumlah staf dan pengawalnya, tiba di gedung Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jakarta.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi mengenai tujuan kehadiran Panji Gumilang di sana.
Panji juga tidak menjawab pertanyaan wartawan saat memasuki ruangan Dittipidum.
Namun sebelumnya, Bareskrim Polri mengonfirmasi bahwa Panji Gumilang akan memenuhi panggilan penyidik.
“Sudah konfirmasi, yang bersangkutan sudah berada di Jakarta dan bersedia untuk dilaksanakan pemeriksaan dalam rangka penyelidikan,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Senin (03/07).
Sebelumnta, Djuhandhani mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa beberapa pihak terkait kasus Panji Gumilang.
“Kami sudah periksa dari pelapor, beberapa ahli, kemudian dari MUI, Kementerian Agama,” ungkapnya, Jumat (30/06).
Secara terpisah, Jumat (30/06), Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto mengatakan pihaknya juga berencana menggelar perkara kasus ini pada Selasa (04/07).
Hal itu dilakukan guna melihat apakah ada unsur pidana atau tidak dalam kasus tersebut.
Dalam berbagai wawancara dengan media, Panji Gumilang berulangkali membantah berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya.
Mulai tuduhan bahwa pihaknya melakukan tindak pidana penistaan agama hingga isu Negara Islam Indonesia (NII).
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang mengawal tim investigasi Al-Zaytun, baru-baru ini merekomendasikan agar ponpes tersebut “dibekukan atau dibubarkan”.
Bagaimanapun, langkah hukum yang ditempuh pemerintah ini dinilai sebagai respons “reaktif” oleh LSM pemerhati keberagaman, Setara Institute.
Seorang peneliti dari UIN mengatakan polemik perbedaan pandangan keIslaman ini semestinya ditempuh dengan jalur “akademis”.
Ridwan Kamil: ‘dibekukan atau dibubarkan’
Sumber gambar, Biro Adpim Jabar
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil merekomendasikan pembubaran atau pembekuan Ponpes Al Zaytun.
Di tengah pemeriksaan Panji Gumilang oleh kepolisian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan agar pemerintah pusat membekukan atau membubarkan Ponpes Al-Zaytun.
“Si pesantrennya direkomendasi untuk dibekukan atau dibubarkan,” kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil kepada wartawan di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (3/7).
Emil–sapaan Ridwan Kamil–berpesan pembekuan atau pembubaran tersebut tidak boleh mengorbankan ribuan santri yang sudah mengenyam pendidikan di sana. Tapi, ia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana caranya.
“[Pembekuan atau Pembubaran] harus secara bijak memberi solusi agar ribuan yang sudah berstatus murid atau santri di sana bisa diberikan solusi pendidikan seadil-adilnya.
Sumber gambar, Humas Pemprov Jabar
Ridwan Kamil bersama Mahfud MD memberikan keterangan pers saat penyerahan hasil penyelidikan tim investigasi pemprov Jabar.
Jadi penyelesaian Al Zaytun tidak boleh mengorbankan hak pendidikan dari anak-anak Jawa Barat yang sudah terlanjur bersekolah di sana,” katanya, seperti dilaporkan wartawan Yuli Saputra untuk BBC News Indonesia.
Rekomendasi ini, lanjut Emil, bisa dilakukan pemerintah pusat setelah kajian selesai. Semua, kata dia, akan dilakukan dalam “konteks secepat-cepatnya.”
Emil juga meminta, semua aset atau perputaran uang yang diduga ilegal dari kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum bisa segera dibekukan.
“Sehingga menghindari perputaran uang ilegal ini mendanai hal-hal yang merongrong negara,” tegas Emil.
Ridwan Kamil membentuk tim investigasi, termasuk bersama MUI di pertengahan Juni 2023. Rekomendasi awal telah diserahkan ke Menko Polhukam, Mahfud MD, dan sebagian telah dilaksanakan seperti memeriksa unsur pidana Panji Gumilang.
Dilaporkan dengan pasal ‘penistaan agama’
Sumber gambar, MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARAFOTO
Massa aksi yang tergabung dalam Front Persaudaraan Islam (FPI) melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Pada Selasa (27/06), Panji Gumilang akan dilaporkan ke kepolisian oleh mantan pengurus Pondok Pesantren Al Zaytun, Ken Setiawan, sekaligus pendiri NII Crisis Center.
“Ya, benar. Pasalnya penistaan agama, pasal kegaduhan, dan penyalahgunaan UU ITE,” kata Ken kepada BBC News Indonesia, Senin (26/06).
Ken menuduh ajaran Panji Gumilang menyalahi sejumlah ketentuan Islam, seperti ibadah haji.
“Ibadah haji tidak perlu ke Mekah, cukup ke Indramayu. Ini kan fenomena-fenomena yang menurut saya perlu dihentikan kegaduhan ini supaya juga masyarakat juga tenang,” kata Ken.
Ken bukan satu-satunya pelapor karena sebelumnya, sekelompok orang yang menamai diri sebagai Forum Pembela Pancasila (FAPP) juga melaporkan Panji Gumilang ke Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/06).
Dalam laporan tersebut Panji Gumilang diduga melakukan penistaan agama.
“Forum Advokat Pembela Pancasila pada hari ini datang Bareskrim Mabes Polri untuk melaporkan Saudara Panji Gumilang pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun,” kata Ketum DPP FAPP Ihsan Tanjung, seperti dikutip dari Kompas.
Dalam laporan tersebut, FAPP membawa serta barang bukti berupa rekaman dan tangkapan layar terkait pernyataan dan kegiatan Ponpes Al Zaytun.
Tuduhan pelanggaran pidana sebelumnya disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD saat merespons laporan tim investigasi yang dibentuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dalam polemik Al Zaytun. Mahfud mengatakan “terjadi tindak pidana” yang diduga dilakukan Panji Gumilang.
“Itu akan ada laporan resmi yang akan disampaikan ke Polri. Polri akan menangani tindak pidananya. Pasal-pasal apa yang nanti akan menjadi dasar untuk proses pidana, nanti akan diumumkan pada waktunya,” kata Menko Polhukam, Mahfud MD dalam akun Instagramnya.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud MD setelah menerima hasil tim investigasi yang dibentuk Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Tim ini melakukan penyelidikan selama tujuh hari atas dugaan penistaan agama oleh Panji Gumilang di Ponpes Al Zaytun.
Mahfud MD juga mengatakan, pemerintah akan mengambil langkah administrasi untuk mengkaji izin Pesantren Al Zaytun, dan melakukan mitigasi keamanan dan ketertiban yang diserahkan tanggung jawabnya kepada Pemprov Jawa Barat.
Jauh sebelum itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku telah melakukan penelitian terhadap Pesantren Al Zaytun pada 2002, serta mengeklaim menemukan indikasi penyimpangan dan hubungan dengan NII-KW9.
Hal ini diutarakan Ketua MUI, M. Cholil Nafis dalam cuitannya. “Tugas MUI menjaga ajaran Islam agar tidak diselewengkan,” tulisnya.
Reaksi Panji Gumilang
Sumber gambar, RAISAN AL FARISI/ANTARAFOTO
Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang (kiri) berjalan keluar dari ruangan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/6/2023).
Pendiri Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang, membantah semua tuduhan tersebut, dan mengatakan “Majelis ulama ini sudah menanam kebencian terhadap Abdussalam Panji Gumilang dan Al Zaytun”.
“Menfatwai Al Zaytun sesat. Al Zaytun pimpinannya komunis. Bukan itu. Sudah menyalahi nama [ulama]. Kalau ini dipelihara, kacau Indonesia ini,” kata Panji Gumilang dalam akun YouTube resmi Al Zaytun.
Panji Gumilang juga secara terbuka menolak keberadaan MUI dalam proses klarifikasi yang dilaksanakan oleh tim investigasi yang dibentuk Gubernur Jabar, Ridwan Kamil.
Dalam kesempatan yang sama, Panji Gumilang juga membantah Al Zaytun terlibat dalam gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
“NII sudah selesai. Pimpinannya sudah menginstruksikan kepada warganya kembali ke Ibu Pertiwi. Ibu Pertiwi itu NKRI. Dasarnya Pancasila, ber-Undang Undang Dasar 45. Itu selesai,” katanya.
Sumber gambar, MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARAFOTO
Petugas kepolisian melakukan pengamanan saat massa aksi yang tergabung dalam Front Persaudaraan Islam (FPI) melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (26/6/2023)
Dalam tuduhan sengketa lahan pesantrennya yang pernah ramai 2013 silam, Panji Gumilang mengeklaim tanahnya saat ini sudah “bersertifikat”.
Panji juga mengatakan keuangan Ponpes Al Zaytun yang berjumlah hingga puluhan miliar rupiah itu sebagai “kemampuan me-manage keuangan”. “Maka berjalanlah seperti konglomerasi. Karena kita ini mandiri ya harus pandai mengatur ekonomi,” katanya.
Terakhir, pihaknya menyangkal tuduhan Al Zaytun sebagai lokasi untuk mencuci otak.
“Tanya orang-orang, kapan Panji Gumilang menggarong? Kapan Panji Gumilang mencuci otak orang-orang?” katanya.
Panji Gumilang mengibaratkan dirinya dengan Al Zaytun bagaikan “gula dan rasa manis” yang tidak terpisahkan.
Sumber gambar, MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARAFOTO
Massa aksi yang tergabung dalam Front Persaudaraan Islam (FPI) melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (26/6/2023)
“Kalau dipisahkan dan ditanya di tempat lain, itu nanti sama saja menghilangkan gula dengan rasa manisnya maka tidak menjadi gula lagi,” kata Panji.
Abdul Wahib, adik kandung Panji Gumilang sebelumnya juga menolak kakaknya disebut menyebarkan ajaran menyimpang.
“Banyak fitnah. Sebab banyak video yang dipotong-potong, diberitakan tidak benar, disampaikan tidak benar.
Padahal videonya panjang, jadi framing-nya Mas Panji mengajarkan aliran sesat,” kata Abdul Wahib, seperti dikutip dari Kompas.
Pemerintah dituding reaktif
Polisi memasang kawat berduri di gerbang Ponpes Al Zaytun untuk mencegah pendemo masuk ke kawasan pesantren
Menurut catatan SETARA Institute, Pondok Pesantren Al Zaytun yang dikelola Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) dirintis sejak 1994.
Dalam perjalanannya, lembaga ini dibayang-bayangi perseteruan internal, dikaitkan dengan NII, dituduh dimanfaatkan untuk kepentingan pemilu, dilindungi intelijen hingga kini dituding menyimpang.
“Yang kita soal ini, negara ngapain saja selama ini? Ini kasus sudah berulang, lama sekali,” kata Halili Hasan, Direktur Eksekutif, SETARA Institute kepada BBC News Indonesia.
Menurut Halili langkah yang akan diambil pemerintah baru-baru ini terhadap polemik Al Zaytun masih reaktif-populis. Semestinya, kata dia, pemerintah mengambil langkah lebih besar melalui “investigasi yang komprehensif”.
Investigasi ini meliputi tuduhan keterkaitan Al Zaytun dengan NII, tuduhan ‘bekingan’ intelijen dan militer, perputaran dana publik di dalamnya, hingga mobilisasi santri Al Zaytun untuk pemilu 2004.
“Dalam konteks itu, investigasi yang komprehensif akan menjamin terpenuhinya hak publik untuk mengetahui dan mendapat kebenaran [right to know and to truth],” tambah Halili.
Mengapa baru sekarang?
Menurut Halili Hasan, polemik Al Zaytun baru muncul belakangan ini karena memasuki tahun politik. Pemerintah dalam hal ini, kata dia, berupaya “menerapkan apa yang disebut sebagai politik stabilitas.”
“Pokoknya waktu-waktu transisi itu, politik stabilitas cenderung menjadi pendekatan yang diambil [pemerintah] untuk memastikan transisi itu berlangsung tanpa ada goncangan-goncangan politik yang berarti,” katanya.
Selain itu, Halili juga meminta pemerintah tidak masuk terlalu dalam pada polemik sesat-tidak sesatnya pandangan dan ajaran keagamaan Al Zaytun, lalu kemudian mengambil langkah populis yang berangkat dari penilaian sesat-tidak sesat tersebut. Mengenai sesat-tidaknya pandangan dan ajaran keagamaan, kata dia, biarlah menjadi domain perdebatan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga keagamaan terkait.
“Sebagaimana dalam kasus-kasus berdimensi keagamaan lainnya, pemerintah tidak boleh meletakkan hukum negara di bawah pandangan dan fatwa lembaga keagamaan tertentu,” katanya.
SETARA Institute juga menyoroti istilah sesat dan menyimpang, yang kerap dijadikan landasan persekusi pada kelompok tertentu. Sehingga, kata Halili Hasan, investigasi komprehensif dan adil perlu dilakukan sebagai mitigasi terhadap 7000-an santri dan peserta didik yang masih menempuh pendidikan di sana.
Sumber gambar, DOKUMENTASI MA’HAD AL-ZAYTUN
Komples Ponpes Al Zaytun
“SETARA Institute mengingatkan bahwa polemik Al Zaytun juga berkenaan dengan hak-hak atas pendidikan serta hak-hak atas perlindungan diri, integritas, dan keamanan warga negara di dalamnya,” katanya.
Sementara itu, peneliti Islam dari UIN Jakarta, Makyun Subuki, mengatakan pasal penistaan agama “bisa digunakan oleh kelompok tertentu yang menganggap praktik keagamaan tertentu yang dianggap menyimpang menurut versi kelompok lain sebagai bentuk penistaan.”
“Padahal bisa jadi itu hanya soal perbedaan saja,” katanya kepada BBC News Indonesia.
Ia mengakui masyarakat yang keberatan atas pernyataan Panji Gumilang yang dituduh menyimpang tak bisa dihentikan untuk melaporkan ke kepolisian karena itu ada aturannya.
“Ya, urusan khatib perempuan [misalnya] seharusnya diselesaikan lewat ormas saja. Urusan pendapat soal Al Quran sebaiknya diselesaikan lewat dunia akademik. Dengan begitu, diskusinya mungkin lebih sehat,” kata Makyun.
Ia juga mengingatkan, agar pemerintah “menghindari diksi yang menempatkan Panji Gumilang dan Al Zaytun dalam posisi bersalah, sebelum mereka secara sah dinyatakan melakukan penistaan atau tidak melalui pengadilan yang fair.” Hal ini juga berlaku untuk kasus-kasus lain yang serupa.
[ad_2]
Source link