Jakarta (DMS) – Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap penyebab kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di sejumlah daerah, seperti Cianjur, Bogor, Tasikmalaya, Batang, hingga Sumatera Selatan.
Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan, penyebab utama keracunan berasal dari kualitas bahan baku yang buruk serta proses pengolahan yang tidak sesuai standar.
“Memang ada bahan baku yang sudah tidak layak disajikan. Untuk itu, kami melakukan perbaikan mutu dengan memastikan bahan yang digunakan harus segar dan dipilih secara lebih selektif,” ujar Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Ia juga menyebutkan bahwa proses pengolahan makanan yang terlalu lama menjadi faktor lain yang memicu keracunan, seperti yang terjadi di Sukoharjo, Pali (Sumatera Selatan), Bandung, dan Tasikmalaya.
“Kami telah menginstruksikan agar seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak membiarkan jeda waktu terlalu lama antara proses memasak dan penyajian,” katanya.
Perbaikan Prosedur Distribusi dan Konsumsi
Dadan menambahkan, BGN memperketat protokol pengantaran makanan dari dapur SPPG ke sekolah. Ia mencontohkan kasus di Batang, di mana siswa mengonsumsi makanan secara terlambat akibat adanya kegiatan sekolah, yang menyebabkan risiko keracunan meningkat.
Untuk menjamin kualitas makanan, BGN kini mewajibkan uji organoleptik penilaian terhadap tampilan, aroma, rasa, dan tekstur. Jika terjadi perubahan pada makanan, menu akan langsung diganti.
“Dari kejadian di lapangan, sebagian besar keracunan terjadi pada unit layanan yang sudah beroperasi selama 3–4 bulan. Ada kecenderungan menurunnya kewaspadaan, sehingga kami lakukan penyegaran rutin. Setiap dua bulan, para penjamah makanan kami latih kembali,” ujar Dadan.
Pelatihan tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan, ahli lingkungan, dan pakar pangan.
Langkah Pencegahan dan Sertifikasi
Untuk mencegah kejadian serupa, BGN menetapkan standar baru bagi SPPG dan mulai menerapkan sertifikasi kelayakan. Menu makanan disusun oleh ahli gizi tiap pekan, sementara bahan baku diperiksa rutin setiap bulan oleh Dinas Ketahanan Pangan.
BGN juga meningkatkan standar higienitas dapur, seperti penggunaan lantai epoksi tanpa sekat dan peralatan berbahan stainless steel.
“Dapurnya kami rancang berbasis semi-industri. Beberapa mitra katering kami minta untuk meningkatkan fasilitas, seperti ruang penyimpanan basah dan kering serta kulkas. Bahkan talenan dan pisau pun dipisahkan sesuai jenis bahan,” jelas Dadan.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya tengah merampungkan sertifikasi untuk SPPG, yang mencakup aspek higienitas serta Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Sertifikasi ini ditargetkan mulai diterapkan pada Juni atau Juli mendatang.
“Nantinya, setiap SPPG akan dinilai apakah laik atau tidak, bahkan bisa mendapat akreditasi dengan predikat unggul, baik sekali, atau baik,” pungkas Dadan.DMS/DC