Jakarta- Bagi beberapa orang puasa juga jadi tantangan tersendiri bagi mereka yang menjalaninya. Menahan haus dan lapar kerap terganggu dengan kehadiran panas dalam.
Menurut Aswin Pramono, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Carolus Jakarta, tak dimungkiri kalau puasa membuat metabolisme tubuh berubah. Perubahan ini disebabkan oleh jeda waktu beberapa jam saat tubuh tidak memperoleh asupan apapun.
Dijelaskannya, ternyata panas dalam bisa berhubungan dengan masalah kekurangan cairan. Ini sering terjadi kalau tidak persiapan cairan yang cukup saat sahur dan berbuka.
Kebutuhan cairan dalam sehari minimal dipenuhi sebayak dua liter. Bila tidak tercapai, lanjutnya, tubuh mengalami dehidrasi dan fungsi organ terganggu.
Panas dalam saat berpuasa umumnya disebabkan oleh dehidrasi. Tubuh tidak mendapat cukup cairan sehingga terasa demam ringan, air liur kering, kelenturan kulit terganggu serta bibir pecah-pecah.
Oleh karena itu, orang perlu memenuhi kebutuhan cairan selama bulan Ramadan. Sama seperti hari biasanya, kebutuhan air minum minimal delapan gelas per hari masih harus tetap dipenuhi. Hanya saja kebutuhan delapan gelas per hari saat puasa ini bisa disesuaikan di waktu sahur dan berbuka.
Lebih lanjut Pramono menjelaskan, pembagiannya pun dapat dilakukan sebagai berikut, bangun sahur (1 gelas), setelah santap sahur (2 gelas), waktu berbuka (1 gelas), setelah salat maghrib (1 gelas), setelah makan besar (1 gelas), setelah tarawih (1 gelas) dan jelang tidur (1 gelas).
Lebih lanjut lagi, Aswin menjelaskan bahwa cairan bekerja pada semua organ tubuh dan sel. Jika cairan cukup, maka seharusnya persoalan panas dalam dapat dieliminasi. Berpuasa bisa membuat orang lebih sehat jika disiplin.
Akan tetapi, ia menyarankan untuk pemeriksaan lebih lanjut jika tetap mengalami panas dalam walau kebutuhan cairan terpenuhi. Panas dalam, kata Aswin, memiliki arti yang luas. Selain dehidrasi, ia juga bisa muncul akibat flu, infeksi saluran napas atas atau penyakit lain.(DMS/cnn)