Berita Maluku – Kepolisian Daerah (Polda) Maluku menyebutkan kasus kekerasan perempuan dan anak terus mengalami peningkatan sejak 2022 hingga Agustus 2023.
Kasubdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku AKBP Sulastri Sukijang di Ambon, Sabtu, mengatakan penanganan perkara kekerasan perempuan dan anak pada 2022 tercatat sebanyak 77 kasus.
Dari puluhan kasus yang terjadi itu, 63 diantaranya menimpa perempuan dan 14 kasus lainnya dialami anak-anak.
“Hingga Agustus 2023, kami sudah menangani 525 kasus perempuan dan anak. Jadi, ada peningkatan jumlah kasus. Artinya dari tahun ke tahun naik terus,” kata Sulastri.
Menurut dia, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, minuman keras dan persoalan seks bebas.
Terkait penanganan kasus itu, Sulastri mengaku Polda Maluku terus meningkatkan pelayanan secara maksimal, termasuk ruangan dan fasilitas yang layak.
“Juga ada ruang khusus untuk ibu menyusui dan anggota kami juga dalam pelayanan selalu mengedepankan sikap humanis agar masyarakat merasa nyaman,” ungkapnya.
Kendala yang masih dihadapi dalam penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak, lanjut Sulastri, yaitu kurangnya personel penyidik.
“Kendala lain dari pelapor. Kadang pihak pelapor yang datang buat laporan, namun saat kita tindak lanjuti, mereka sudah tidak bisa dihubungi lagi. Ini yang menghambat proses hukum yang kita tangani. Kami sangat berharap adanya kerja sama yang baik juga dari para korban. Jika sudah melapor maka harus mendukung kami juga dalam proses pengungkapan kasus yang dilaporkan,” pinta Sulastri.
Kendala utama adalah masih banyak yang tertutup dengan perkara tersebut, sehingga semua pihak terkait diharapkan dapat terus memberikan sosialisasi dan pemahaman bagi mereka.
“Jangan takut untuk lapor karena Polisi siap melayani. Kami juga tegaskan bahwa Restorative Justice dalam masalah ini tidak berlaku. Harus dituntaskan melalui proses hukum pidana, sebab kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai alasan ataupun solusi penyelesaian masalah ini,” ucapnya menegaskan.
Menurut Sulastri, semua elemen masyarakat maupun instansi pemerintahan harus dapat memberikan atensi terhadap persoalan ini. “Kami melihat hal ini harus menjadi perhatian bersama mulai dari Pemerintah, Kepolisian dan masyarakat dalam mencegahnya,” harapnya.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Ambon Adriana Sakliressy mengatakan, berdasarkan data yang diterima pada 2022 perkara kekerasan terhadap perempuan dan anak tercatat sebanyak 83 kasus, atau lebih besar daripada data yang dilaporkan masyarakat ke Polisi.
“Kami juga telah bekerja sama dengan pihak Kepolisian dan langkah-langkah yang kami ambil dalam pencegahan kasus ini, termasuk bekerja sama juga dengan pihak Desa dengan membentuk kelompok pelayanan perlindungan perempuan dan anak di desa. Kami juga membuat pokja pelayanan yang khusus untuk melayani pengaduan kekerasan perempuan dan anak di desa,” katanya.
Selain melibatkan pemerintah Desa dan unsur lainnya, Adriana juga mengaku pihaknya selalu melibatkan tokoh agama dalam penanganan perkara tersebut.
“Kami juga selalu melibatkan tokoh agama seperti pihak majelis taklim dan pelayanan gereja untuk memberikan ceramah dan arahan terkait pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan pada perempuan dan anak,” ujarnya.(DMS-Antara)