Banten (DMS) – Masyarakat sempat dihebohkan soal iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) pada rumah susun dan apartemen akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%.
Kabar ini mulanya bersumber dari surat dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian keuangan Kanwil Jakarta Barat mengenai sosialisasi pengelolaan.
Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak (DJP) Muchamad Arifin menjelaskan kebijakan pengenaan PPN ini bukanlah aturan baru dan telah diterapkan sejak lama. Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Itu kan aturan sudah lama ya mengenai jasa kena pajak dan jasa tidak kena pajak. Itu kalau mau cek di PP (Peraturan Pemerintah) 49 tahun 2022,” terang Arifin dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).
Menurut Arifin ada salah persepsi terkait dengan huru-hara IPL ini. Menurutnya, yang dikenakan pajak bukanlah pembayaran listrik maupun air oleh konsumen, tetapi biaya jasa pengurusannya.
“Tetapi yang sebenarnya yang terutang PP tahun 49 adalah jasa pengurusan itu. Memang jasa sosial nggak kena PP, tapi kalau ada jasa pengurusan,” ujarnya.
“Misalnya listrik Rp 50 ribu, kemudian air Rp 50 ribu, kan Rp 100 ribu. Tetapi kalau di-charge-nya menjadi Rp 200 ribu, maka yang terutang ke jasa pengurusan itu Rp 200 ribuan itu,” sambungnya.
Adapun contoh Rp 200 ribu itu merupakan biaya yang dikenakan kepada penghuni oleh pengelola apartemen. Biaya tersebut termasuk biaya listrik dan air sebesar Rp 100 ribu. Dengan demikian, dalam konteks contoh itu ada selisih Rp 100 ribu yang merupakan biaya jasa pengurusan dari pengelola.
Arifin menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melangsungkan audiensi Bersama asosiasi pengelola hunian rusun dan apartemen. Setelahnya, pihaknya akan memberikan penjelasan lebih detail terkait hal ini.
Di sisi lain, ia menjelaskan kalau memang PPN ini dibebankan terhadap konsumen. Namun memang aturan ini telah diterapkan sejak lama, hanya saja mungkin sebagian besar orang tidak menyadarinya. PPN ini sendiri diterapkan kepada seluruh jasa yang kena pajak.
“Sama misalnya saya jual buku atau baju, PPN yang nanggung siapa? Pembeli konsumen. Nah yang di medsos kan seolah-olah itu aturan baru mau diterapkan pada penghuni apartemen, terutama yang kayak tadi, ada listrik air,” kata Arifin.
“Listrik kan memang nggak kena PPN untuk tertentu kan. Kalau nggak terutang ya nggak terutang, tetapi atas jasa, pengelolaannya itu (dikenakan pajak),” sambungnya.
Sebagai tambahan informasi, para penghuni dan pemilik rumah susun (rusun) atau apartemen menolak rencana pengenaan PPN atas IPL. Mereka sudah melayangkan protes kepada Direktur Jenderal Pajak.
Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta mengatakan, apabila pemerintah tetap akan memungut pajak itu, para penghuni rusun berencana akan melakukan demonstrasi.
“Target kami adalah pemerintah untuk bisa mendengar keluhan ini. Nah ini kalau nggak didengar nanti kita ada tahapan berikut. Tidak menutup kemungkinan kita akan turun ke jalan. Jadi tahapan ini kita jalanin dulu (konferensi pers),” ujar Adjit dalam Press Conference P3RSI di Apartemen Thamrin Residence, Jakarta Pusat, belum lama ini, dikutip dari detikProperti.
Menurutnya, kebijakan ini tidak masuk akal karena iuran tersebut dikumpulkan oleh warga untuk perawatan bangunan rusun, selayaknya iuran kebersihan dan keamanan di perumahan tapak. Ia juga mempertanyakan mengapa tinggal di hunian sendiri perlu membayar PPN.
Sementara Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Royal Mediterania Garden Yohanes mengatakan penghuni rusun banyak merupakan masyarakat kelas menengah, sehingga memiliki keterbatasan dalam penghasilan. Maka pengenaan PPN akan menambah beban biaya.
“Pengenaan PPN ini akan semakin memberatkan para penghuni untuk melakukan pembayaran IPL. Kami-kami ini yang ada di posisi kelas menengah tentu akan merasakan sekali dampaknya kalau dikenakan PPN kurang lebih 11-12%. Akan tambah berat buat kami menjalankan kehidupan,” kata Yohanes.DMS/DC