Berita Ambon, Komiisi I DPRTD Kota Ambon meminta Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon menjadwalkan ulang pertemuan atau mediasi untuk menyelesaikan persoalan sengeketa lahan antara warga Hunut dan ahli waris keluarga Tamaela yang mengkalim sebagai pemilik lahan Eigendom Verponding No 1036 seluas 17 hektar di Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon.
Hal ini dimintakan sejumlah anggota Komisi I DPRD Kota Ambon saat rapat dengar pendapat terkait persoalan sengketa lahan antara 53 Kepala Keluarga dengan Morits Tamaela selaku ahli waris keluarga Tamaela di gedung DPRD Kota Ambon Rabu (16/02).
Pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon Zeth Pormes itu dihadiri 53 KK warga Desa Hunut didampingi Kuasa Hukum Herman Hattu and Partner juga ahli waris Keluarga Tamaela bersama kuasa hukumnya Risard Ririhena.
Pertemuan berlangsung alot, masing-masing pihak mempertahankan argumentasi lahan tersebut.
Herman Hattu menyatakan, klaim kepemilikan atas lahan seluas kurang lebih 17 hektare No 1036 oleh ahli waris Tamaela adalah keliru dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Karena proses gugatan yang dilakukan oleh Lodewijk Tamaela (Alamarhum) terhadap Pemerintah Negeri Hunuth – Durian Patah yang saat itu dipimpin oleh Reinhard Kappuw ditolak oleh Pengadilan Negeri Ambon, Pengadilan Tinggi Maluku dan Mahkamah Agung dan dimenangkan oleh Pemerintah Negeri Hunuth – Durian Patah.
Hattu menjelaskan, putusan hukum atas lahan Eigendon Verponding No 1036 bersifat Incrah van Gewisdhe (keputusan telah berkekuatan hukum tetap) yakni Keputusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor: 127 Pdt.G/1995/PN/AB tanggal 7 Februari 1996, Putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor: 38/Pdt/1996/PT Mal tanggal 20 Juni 1996 dan putusan Mahkamah Agung Nomor: 3930 K/Dpt/1996 tertanggal 8 Januari 1999.
Dengan adanya keputusan hukum tersebut, maka hukum antara bekas pemegang hak termasuk ahli warisnya dengan bidang tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1036 telah berakhir dan tanahnya telah menjadi tanah Negara
Herman Hattu mempertanyakan keabsahan BPN Ambon menerbitkan Sertifikat bagi 80 KK saat proyek PTSL yang direalisasi pada tahun 2014 tidak kunjung jalan hingga 2021 sehingga merugikan klainnya.
Sementara itu keluarga ahli waris Tamaela yakni Morits Tamaela kuasa ahli waris mengklaim kalau lahan seluas 17 hektar itu milik dari Petrus Tamaela dan telah dibagikan kepada sebelas keturunan Tamaela. Dikatakan pihaknya memiliki bukti-bukti kepemilikan sehingga ahli waris siap jika persoalan ini sampai dibawah ke ranah hukum.
Dikatakan terkait program sertifikasi 2014 sempat tertunda karena sanggahan ahli waris, karena belum ada penyelesaian antara keluarga dan ahli waris. Dan baru pada tahun 2021 terjadi kesepakatan pembayaran oleh 80-an kepala keluarga sehingga keluarga ahli waris memberikan surat keterangan pelepasan hak untuk proses PTSL.
Menariknya dalam pertemuan itu, permintaan anggota Komisi agar Pihak BPN menjelaskan persoalan sengketa lahan 1036 dan alasan menerbitkan sertifikat bagi 80 KK, hanya dijawab singkat oleh BPN yaitu penerbitan sertifikat jika persoalan lahan Clear and Clean.
Diketahui Komisi I DPRD Kota Ambon menggelar rapat bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon, ahli waris turunan Petrus Tamaela dan puluhan warga Hunuth.
Rapat dilakukan untuk memediasi masalah lahan di Desa Hunuth/Durian Patah, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, yang sampai saat ini masih terjadi saling klaim antara keluarga ahli waris Tamaela dengan 53 kepala keluarga (KK) di desa setempat.
53 KK ini berasumsi pada keputusan Pengadilan Negeri (PN) Ambon bahwa tanah itu milik negara. Makanya mereka tak mau mengikuti permintaan alas hak untuk pembuatan sertifikat.
Dala pertemuan BPN sepakat untuk memfasilitasi pertemuan selanjutnya pada 25 Pebruari mendatang.
Pertemuan ini sebagai kelanjutan mediasi bersama keluarga Tamaela, kuasa hukum dari aliansi masyarakat Hunuth, dan juga pihak terkait lainnya.DMS