Jakarta (DMS) – Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, menyatakan bahwa DPR memiliki kewenangan untuk menyusun undang-undang (UU) baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Menurut Sarmuji, DPR dapat merancang regulasi baru selama substansi dalam UU tersebut tidak bertentangan dengan objek gugatan yang telah diputuskan MK.
“Putusan MK itu tidak menghalangi DPR membuat undang-undang baru yang menyesuaikan atau menyikapi keputusan MK, asalkan tidak menyentuh poin-poin yang sudah menjadi objek gugatan,” ujar Sarmuji di DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (28/6/2025).
Ia mengakui bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, namun hanya terhadap objek yang menjadi materi gugatan.
Sarmuji menambahkan, DPR masih memiliki ruang legislasi untuk menyusun regulasi baru sepanjang tidak bertentangan dengan amar putusan MK.
“Keputusan MK itu final dan mengikat, tapi yang dimaksud adalah pada objek gugatannya. Di luar itu, DPR masih bisa membahas hal lain dalam konteks revisi UU Politik,” katanya.
Meski demikian, ia tidak menampik bahwa undang-undang baru yang dibentuk DPR tetap bisa diajukan judicial review kembali ke MK.
“Semua kemungkinan masih terbuka. Kami di DPR siap membahasnya, dan tentu akan mengkaji terlebih dahulu secara mendalam amar putusan MK tersebut,” tambahnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, yang mulai berlaku pada 2029.
Pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden/wakil presiden, DPR RI, dan DPD. Sementara itu, pemilu daerah untuk DPRD provinsi/kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (pilkada).
MK tidak menentukan waktu spesifik pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, tetapi mengusulkan agar jeda waktu pelaksanaannya paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden dan anggota DPR/DPD.DMS/KC