Ambon, Maluku (DMS) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon menolak gugatan praperadilan yang diajukan Kepala Sekolah SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa. Dengan keputusan ini, status tersangka dugaan korupsi Dana BOS periode 2020–2023 yang disematkan kepada Parinussa tetap sah.
Lona Parinussa melalui tim kuasa hukumnya mengajukan praperadilan sebagai bentuk perlawanan hukum terhadap penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon. Gugatan tersebut didaftarkan pada 28 Februari 2025.
Kasi Intelijen Kejari Ambon, Alfrets Talompo, menjelaskan bahwa dalam sidang yang digelar Jumat (21/03), majelis hakim menolak gugatan tersebut. Dengan demikian, sidang pokok perkara akan dilanjutkan sesuai jadwal persidangan di PN Ambon setelah libur Lebaran. Meski begitu, sidang dengan agenda mendengar eksepsi kuasa hukum Parinussa tetap berlangsung pada Senin (24/03).
Menurut Alfrets, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum. Kejari Ambon telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) sebelum menetapkan Parinussa sebagai tersangka.
Sebelumnya, Parinussa ditangkap paksa oleh Kejari Ambon setelah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Selain dirinya, penyidik juga menetapkan dua bendahara sekolah, Mariance Latumeten dan Yuliana Puttileihalat, sebagai tersangka.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 2 junto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka juga dikenakan Pasal 3 junto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) dalam undang-undang yang sama.
diketahui sidang perdana kasus korupsi dana bos digelar digelar pada Senin (17/03). Agenda sidang pertama adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa total dana BOS yang dikelola SMPN 9 Ambon selama periode 2020–2023 mencapai Rp6,06 miliar. Dana tersebut terdiri dari Rp1,49 miliar pada 2020, Rp1,56 miliar pada 2021, Rp1,47 miliar pada 2022, dan Rp1,52 miliar pada 2023.
Namun, dalam pengelolaannya ditemukan berbagai penyimpangan, seperti pembayaran honor fiktif untuk Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT), serta kegiatan belajar mengajar yang tidak didukung bukti hukum yang sah. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp1,86 miliar.
Ketiga terdakwa didakwa dengan pasal primer, yaitu Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP serta junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Mereka juga dijerat dengan pasal subsider, yakni Pasal 3 junto Pasal 18 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 9 dalam undang-undang yang sama.
Ketiga terdakwa telah ditahan sejak Kamis (27/2/2025) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas III Ambon. Perkara ini dilimpahkan oleh Kejari Ambon ke Pengadilan Negeri Ambon pada Kamis (6/3/2025) .DMS