Jakarta (DMS) – Tahun Baru Imlek, atau yang sering dikenal sebagai Perayaan Tahun Baru China, merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang beretnis Tionghoa. Tahukah Anda siapa yang membuka kembali perayaan Imlek di Indonesia?
Jawabannya adalah Abdurrahman Wahid, atau lebih akrab dipanggil Gus Dur, yang merupakan Presiden Republik Indonesia ke-4. Gus Dur, yang dikenal sebagai Bapak Tionghoa Indonesia, memiliki peran besar dalam menghapuskan diskriminasi terhadap warga Tionghoa di Indonesia, termasuk memberikan kebebasan untuk merayakan Imlek secara terbuka.
Bagaimana Gus Dur memperjuangkan hak-hak etnis Tionghoa dan mengembalikan perayaan Imlek ke Indonesia? Simak kisahnya berikut ini!
Diskriminasi terhadap Etnis Tionghoa di Masa Orde Baru
Sebelum Gus Dur membuka kembali perayaan Imlek, etnis Tionghoa di Indonesia mengalami diskriminasi yang cukup berat, terutama pada masa Orde Baru.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kebijakan asimilasi yang diterapkan justru memperburuk keadaan, dengan menambah berbagai larangan terhadap aktivitas etnis Tionghoa.
Puncaknya, pada tahun 1967, Instruksi Presiden Nomor 14 melarang perayaan Imlek secara publik, sementara agama Konghucu juga tidak dapat diajarkan di sekolah.
Selain itu, Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 285 Tahun 1978 melarang peredaran barang yang menggunakan bahasa atau aksara China. Tidak hanya itu, agama Konghucu pun tidak diakui dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Diskriminasi ini menciptakan ketegangan sosial yang memuncak pada berbagai kerusuhan anti-Tionghoa, yang menyebabkan banyak korban jiwa dan luka. Pada saat itu, pemerintah tidak memberikan perlindungan yang memadai kepada etnis Tionghoa.
Masa Reformasi dan Penerimaan terhadap Konghucu
Setelah era Orde Baru berakhir, Indonesia memasuki masa reformasi di bawah kepemimpinan BJ Habibie. Pada masa ini, masyarakat mulai menunjukkan sikap yang lebih toleran terhadap etnis Tionghoa.
Seminar-seminar dan karya tulis tentang Konghucu mulai banyak bermunculan, dan agama Konghucu kembali diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia.
Gus Dur Mengubah Sejarah: Imlek Jadi Hari Libur Nasional
Di bawah kepemimpinan Gus Dur, perubahan signifikan terjadi bagi etnis Tionghoa. Pada tahun 2000, Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 6 Tahun 2000, yang memberikan kebebasan bagi warga Indonesia untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa, termasuk merayakan Imlek.
Selain itu, penggunaan bahasa Mandarin dan aksaranya pun diizinkan kembali. Keputusan ini juga mengakui Konghucu sebagai agama yang sah di Indonesia.
Kemudian, pada tahun 2001, Keputusan Menteri Agama No 13 Tahun 2001 menetapkan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Selanjutnya, melalui Keppres No 19 Tahun 2022, Presiden Megawati Soekarnoputri menjadikan Imlek sebagai Hari Nasional, dan pada 2024, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres No 8 Tahun 2024, yang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai salah satu hari libur nasional.
Dengan demikian, Gus Dur dikenang sebagai Bapak Tionghoa Indonesia berkat keberaniannya untuk menghapus diskriminasi dan memberikan kebebasan bagi perayaan Imlek.
Berkat langkah-langkah yang ia ambil, Imlek kini bisa dirayakan dengan penuh suka cita oleh seluruh masyarakat Indonesia.DMS/DC