Jakarta (DMS) – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap terkait tersangka Harun Masiku.
Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan oleh Hasto dan tim penasihat hukumnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Hakim menilai bahwa jaksa penuntut umum telah menyusun dakwaan secara cermat, jelas, dan lengkap berdasarkan hasil penyidikan.
“Keberatan-keberatan formil yang diajukan terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak cukup beralasan untuk menghentikan proses pemeriksaan perkara ini pada tahap eksepsi,” ujar Hakim Rios saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Dengan demikian, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan proses pemeriksaan perkara Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Hasto, berdasarkan surat dakwaan yang telah diajukan.
Sidang akan kembali digelar pada Jumat, 18 April 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak penuntut umum.
Hakim menilai bahwa sebagian besar keberatan yang diajukan Hasto lebih relevan dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara, bukan dalam tahap eksepsi.
Dalam nota keberatannya, Hasto meminta agar dibebaskan dari dakwaan. Ia berpendapat bahwa terdapat keraguan mendasar dalam pembuktian unsur-unsur tindak pidana serta penerapan hukum yang ditujukan padanya.
Dakwaan: Perintangan Penyidikan dan Pemberian Suap
Hasto didakwa telah menghalangi proses penyidikan terhadap Harun Masiku yang menjadi buronan sejak 2020, dalam kurun waktu 2019 hingga 2024.
Ia disebut memerintahkan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air guna menghilangkan barang bukti setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Tak hanya itu, Hasto juga diduga menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel sebagai bentuk antisipasi terhadap penggeledahan paksa yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain merintangi penyidikan, Hasto juga didakwa turut serta dalam pemberian suap sebesar 57.350 dolar Singapura (setara Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut diberikan bersama dengan advokat Donny Tri Istiqomah,
Saeful Bahri (mantan terpidana), dan Harun Masiku, dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan disetujuinya pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Dapil Sumsel I, dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar:
Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
Jo. Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).DMS/AC