[ad_1]
Sumber gambar, Antarafoto
Warga binaan Lapas Kelas II A Banda Aceh mengikuti upacara peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan RI, Kamis (17/08)
Lebih dari 175.000 narapidana mendapatkan pengurangan masa hukuman atau remisi bertepatan dengan hari ulang tahun Republik Indonesia ke-78 pada 17 Agustus 2023. Sekitar 2.000 di antara mereka langsung bebas.
Di antara narapidana yang mendapat remisi dilaporkan terdapat 26 narapidana terorisme, dan 16 narapidana korupsi – termasuk dua mantan menteri dan satu bekas wakil ketua DPR.
“Bagi saudara-saudara yang akan keluar pada hari ini setelah mendapat remisi, selamat bertemu kepada orang tua dan jangan kembali menjadi warga binaan untuk kami bina kembali,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada pidatonya di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Kamis (17/08).
Remisi adalah hak bagi semua narapidana, sebagai imbalan atas perbuatan baik mereka di dalam penjara.
Namun tidak jarang keputusan pemerintah memberikan remisi dipertanyakan, terutama kepada narapidana kejahatan-kejahatan besar, karena dianggap terlalu murah hati.
Sumber gambar, ANTARAFOTO/Ampelsa/Spt
Tiga warga binaan memperoleh surat remisi seusai mengikuti upacara peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan RI di Lapas Kelas II A, Banda Aceh, Aceh, Kamis (17/8/2023).
Pemberian remisi bagi narapidana diumumkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Reynhard SP Silitonga dalam konferensi pers di Kemenkumham, Kamis (17/08).
Reynhard memaparkan, tepatnya terdapat 175.510 narapidana yang mendapatkan remisi – 2.606 di antaranya mendapatkan remisi umum II atau langsung bebas.
“Tiga wilayah dengan jumlah penerima remisi umum I dan remisi umum II terbesar yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Barat,” kata Reynhard.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Aprianti mengungkapkan bahwa terdapat 16 narapidana korupsi dan 26 narapidana terorisme yang mendapatkan remisi.
Namun dia tidak menjelaskan berapa yang mendapatkan remisi umum I (pengurangan sebagian) atau remisi II (langsung bebas).
“Untuk keseluruhan, remisi yang paling banyak itu (pengurangan masa tahanan) 6 bulan,” kata Rika kepada wartawan.
Tempo melaporkan bahwa di antara narapidana korupsi yang mendapatkan remisi ada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo, dan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Ketiganya mendekam di Lapas Kelas 1 Tangerang.
Kepala Lapas Kelas 1 Tangerang Asep Sutandar menjelaskan bahwa Juliari, divonis 12 tahun penjara karena korupsi bantuan sosial, mendapat pengurangan hukuman sebanyak empat bulan; sebelumnya dia mendapat remisi satu bulan ketika hari Natal.
“Sementara Azis dan Edhy masing-masing mendapatkan tiga bulan,” kata Asep kepada Tempo.
Azis divonis tiga tahun enam bulan penjara setelah terbukti bersalah menyuap eks-penyidik KPK dalam kasus Dana Alokasi Khusus Lampung Tengah. Sedangkan Edhy Prabowo terjerat perkara suap terkait ekspor benur lobster.
Asep mengatakan Juliari berkontribusi dalam pembinaan kerohanian dan mengikuti kegiatan pembinaan di Lapas.
Azis membantu mengembangkan perikanan di dalam penjara, dan Prabowo disebut mendatangkan pelatih atlet nasional untuk melatih narapidana yang gemar olahraga bulu tangkis.
Bagaimana aturan remisi di Indonesia?
Sumber gambar, ANTARAFOTO/Adiwinata Solihin
Seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) mengikuti kegiatan pemberian remisi umum di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, Kota Gorontalo, Gorontalo, Kamis (17/8/2023).
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan bahwa remisi adalah hak semua narapidana, tanpa melihat kejahatannya. Remisi diberikan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus dan hari raya keagamaan.
Remisi baru diberikan setelah narapidana menjalani sepertiga masa pidana. “Ide di balik pemberian remisi adalah apresiasi terhadap tingkah laku yang baik, ketaatan narapidana terhadap aturan-aturan yang diterapkan dalam rangka hukumannya,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada BBC News Indonesia.
Fickar menjelaskan, pemberian remisi adalah kebijakan internal di Kemenkumham. Masyarakat sebenarnya juga dapat ikut memantau, tetapi biasanya hanya pada kasus-kasus yang terkenal.
“Umumnya tindak pidana yang tidak menarik perhatian masyarakat itu nggak ada yang perhatiin,” ujarnya.
Bagaimanapun, beberapa langkah pemberian remisi kepada narapidana yang melakukan kejahatan besar pernah dipertanyakan.
Pada 2021, organisasi pemantau Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan pemberian remisi dua bulan kepada narapidana kasus korupsi bank Bali, Joko Tjandra.
ICW mempertanyakan langkah itu karena salah satu syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik, sementara Joko Tjandra sempat kabur ke luar negeri selama 11 tahun.
Mahkamah Agung juga sempat dikritik pada 2021 karena menghapus pengetatan syarat remisi bagi narapidana kasus korupsi. Fickar menjadi salah satu pakar hukum pidana yang mengkritik, mengatakan penghapusan syarat tersebut mengakibatkan tindak pidana korupsi tidak lagi bersifat khusus.
[ad_2]
Source link