Jakarta (DMS) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok tajam pada perdagangan Selasa (18/3) siang. Per pukul 11.49 WIB, IHSG turun 420,97 poin atau 6,58 persen ke level 6.046, menjadikannya indeks dengan pelemahan terdalam di kawasan Asia.
IHSG sempat merosot lebih dari 3,4 persen sebelum sedikit pulih, berbanding terbalik dengan indeks saham lain di Asia yang mengalami penguatan. Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 1,44 persen, sementara indeks saham Malaysia (KLSE) dan Singapura (STI) masing-masing menguat 1,04 persen dan 1 persen.
Penurunan tajam ini memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) untuk meredam volatilitas pasar.
Faktor Penyebab Kejatuhan IHSG
Menurut Head of Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, anjloknya IHSG tergolong anomali dibandingkan bursa regional lainnya.
“Jika melihat bursa Asia seperti Nikkei yang naik 1,4 persen, Shanghai yang hanya menguat 0,09 persen, STI 1 persen, dan KLSE 1 persen, maka koreksi IHSG mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap ekonomi Indonesia dan pasar keuangan,” ujarnya.
Oktavianus menyebut beberapa faktor yang memperberat tekanan di pasar saham domestik, antara lain:
Peningkatan credit default swap (CDS) Indonesia ke 76 basis poin per 27 Februari 2025.
Depresiasi rupiah sebesar 0,6 persen sejak Januari.
Melebarnya spread Surat Berharga Negara (SBN) dengan US Treasury 10 tahun hingga 255 basis poin.
Pemangkasan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs akibat kekhawatiran pelebaran defisit anggaran.
Selain itu, investor asing terus menarik dananya dari pasar modal Indonesia. Data hingga 17 Maret 2025 menunjukkan arus modal keluar (capital outflow) mencapai Rp26,9 triliun.
“Jika IHSG terus melemah hingga minus 5 persen atau lebih, kemungkinan regulator akan melakukan trading halt untuk menstabilkan pasar,” kata Oktavianus.
Faktor Eksternal Perburuk Sentimen Pasar
Pengamat Pasar Modal dan Uang, Ibrahim Assuaibi, menyoroti faktor eksternal yang turut menekan IHSG. Menurutnya, kebijakan perdagangan Amerika Serikat pasca-kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden memicu kekhawatiran pasar.
“Trump kembali mengangkat isu perang dagang, terutama dengan negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Ini bisa berdampak negatif terhadap ekonomi global dan pasar keuangan,” jelasnya.
Ibrahim juga mencatat arus modal asing yang terus keluar dari pasar modal Indonesia akibat ketidakpastian ekonomi domestik, terutama terkait defisit anggaran yang baru saja diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Jika defisit ini tidak ditangani dengan baik, pelebarannya bisa berlanjut hingga akhir tahun,” tambahnya.
Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah juga menjadi perhatian. Ibrahim memperkirakan, dengan eskalasi perang dagang dan ketidakpastian global, nilai tukar rupiah bisa melemah hingga Rp16.900 per dolar AS sebelum akhir tahun.
Gejolak Timur Tengah Tambah Tekanan Pasar
Konflik di Timur Tengah juga turut memicu kekhawatiran pasar global.
“Serangan Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 120 orang telah memicu eskalasi perang terbuka dengan Hamas. Konflik ini menyebabkan dolar AS kembali menguat, sementara pasar menjadi lebih berhati-hati terhadap aset berisiko,” ujar Ibrahim.
Dengan berbagai sentimen negatif ini, IHSG masih berpotensi mengalami tekanan dalam beberapa waktu ke depan.DMS/CC