Jakarta – Kelompok anak muda kader Muhammadiyah membuat petisi yang meminta Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk menolak izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah. Saat berita ini ditulis, petisi yang dibuat di platform change.org itu telah ditandatangani oleh hampir seribu orang.
Parama, pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, membenarkan petisi itu dibuat dari hasil diskuai sejumlah elemen organisasi otonom kepemudaan Muhammadiyah. Meski begitu, Parama mengaku petisi itu tak mengatasnamakan organisasi tertentu. “Kami mengatasnamakan individu pribadi masing-masing,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 6 Juli 2024.
Dalam tautan yang mengantarkan Tempo kepada petisi itu, tertulis dasar dari gerakan ini adalah perkembangan terakhir dari sikap PP Muhammadiyah. Para elite salah satu organisasi muslim terbesar di Indonesia itu belakangan disinyalir akan menerima tawaran konsesi tambang dari pemerintah.
Padahal, para pembuat petisi ini menilai pertambangan batu bara adalah mesin perusak iklim global. Emisi dari tambang dinilai akan memperparah krisis iklim yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia. Mereka menilai banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya akan semakin sering terjadi.
Tak hanya itu, mereka menilai konsesi tambang akan menjebak PP Muhammadiyah untuk terus melanggengkan industri ekstraktif dan melupakan upaya transisi ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Padahal, menurut mereka, Muhammadiyah adalah simbol perjuangan agama, nilai, dan norma yang luhur.
“Menerima tawaran tambang berarti mengkhianati jati diri kita sebagai pelopor gerakan filantropis dan kesehatan yang mulia,” bunyi petisi itu.
Sinyal penerimaan konsesi tambang itu antara lain muncul dari pernyataan pengamat Kebijakan Publik Muhammadiyah sekaligus Wakil Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional MUI, Ihsan Tanjung. Dia mengatakan Muhammadiyah belum menentukan sikap perihal menerima atau menolak izin usaha pertambangan (IUP) oleh organisasi kemaasyarakatan (ormas) keagamaan.
“Kalau dikasih, kan kami tidak boleh menolak, ya,” katanya usai diskusi di ruang rapat Komisi IX di Senayan, Rabu, 26 Juni 2024.
Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah sebelumnya juga menggelar Sarasehan Tambang Ramah Lingkungan di Yogyakarta, Sabtu, 22 Juni lalu. Sarasehan ini disebut untuk mempertimbangkan sikap PP Muhammadiyah terhadap izin usaha pertambangan atau IUP untuk ormas keagamaan.
Sumber Tempo yang turut diundang dalam acara itu bercerita, sarasehan itu bertujuan mengkaji dua perspektif baik mendukung maupun menerima konsesi tambang dari pemerintah. Menurut dia, kedua opsi itu masih terbuka bagi PP Muhammadiyah. “Baik menerima atau menolak, dua-duanya harus punya basis kajian,” ujar dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, dikutip Rabu, 26 Juni 2024.DMS/AC