[ad_1]
Sebanyak 538 Warga Negara Indonesia (WNI) sedang dievakuasi dari Khartoum di tengah konflik bersenjata yang terjadi di Sudan.
Berdasarkan keterangan tertulis Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, evakuasi tersebut dilakukan dengan delapan bus dan satu mini bus KBRI.
“Evakuasi tahap satu ini berangkat dari Khartoum pada Minggu tanggal 23 April pukul 08.00 WS (13.00 WIB),” sebut Menlu Retno Marsudi.
Diperkirakan waktu tempuh perjalanan darat dari Khartoum menuju Port Sudan memerlukan waktu sekitar 15 jam atau sekitar 830 kilometer melalui kota Atbara, Damir, Mismar dan Kota Sawakin.
“Alhamdullilah, pada pukul 01.00 dini hari WS atau pukul 06.00 pagi WIB pada hari ini, 538 WNI telah tiba dengan selamat di Kota Port Sudan,” sambung Retno.
Saat ini, 538 WNI tersebut sedang beristirahat di rumah persinggahan di Port Sudan sebelum keberangkatan menuju Jeddah melalui jalur laut.
Para WNI yang dievakuasi sebagian besar merupakan mahasiswa Indonesia, Pekerja Migran Indonesia (PMI), karyawan perusahaan Indofood dan staf KBRI beserta keluarganya.
Mereka terdiri dari 273 perempuan, 240 laki-laki dan 25 balita.
Menurut Retno, operasi evakuasi akan dilakukan dalam gelombang berikutnya akibat keterbatasan bahan bakar untuk bus pengangkut.
“Terdapat 289 WNI lainnya, yang sebagian besar adalah mahasiswa dan lima pekerja perusahaan, akan dievakuasi pada tahap kedua pada kesempatan pertama,” papar Retno.
Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri menghimbau agar setiap WNI yang berada di Sudan dan belum melaporkan diri segera melaporkan keberadaannya ke KBRI Khartoum agar dapat diikutsertakan dalam evakuasi tahap kedua.
Sejumlah negara mengevakuasi para diplomat dan warganya dari Khartoum
Langkah pemerintah Indonesia serupa dengan aksi sejumlah negara lainnya yang mengevakuasi diplomat dan warganya dari ibu kota Sudan, Khartoum.
Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan telah menerbangkan para diplomat mereka keluar dari Sudan, pada Minggu (23/04).
Di hari yang sama, beberapa negara turut mengorganisir evakuasi warga mereka.
- Prancis. Presiden Emmanuel Macron mengonfirmasi sebuah pesawat telah tiba di Djibouti. Pesawat itu mengangku warga Prancis dan warga lainnya.
- Belanda. Sejumlah warga Belanda meninggalkan Khartoum dengan menumpang pesawat Prancis. Pemerintah Belanda berharap dapat mengangkut lebih banyak warga mereka mulai Minggu (23/04) malam.
- Jerman. Militer Jerman mengungkap bahwa pesawat pertama dari tiga pesawat yang dikerahkan, telah bertolak dari Sudan menuju Yordania dengan mengangkut 101 orang.
- Italia dan Spanyol. Beberapa pejabat dari kedua negara itu menyatakan evakuasi warga mereka sedang berlangsung.
- Kanada. Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan pemerintahannya telah mengevakuasi staf diplomat dari Khartoum.
Sejumlah negara lainnya telah mengevakuasi warga mereka pada Sabtu (22/04). Lebih dari 150 orang, yang sebagian besar berasal dari negara-negara Teluk ditambah Mesir, Pakistan, dan Kanada telah dievakuasi melalui jalur laut menuju Pelabuhan Jeddah, Arab Saudi.
Di Khartoum, banyak pelajar asing dari Afrika, Asia, dan Timur Tengah terjebak di kota berpenduduk enam juta orang itu. Mereka berseru agar dievakuasi dari sana.
Sementara itu, terdapat laporan bahwa koneksi internet telah putus di hampir seluruh Sudan sehingga bakal sangat menyulitkan koordinasi penyaluran bantuan atau evakuasi mereka yang terjebak di Khartoum dan kota lainnya.
Konflik bersenjata antara tentara Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terus berlangsung di Khartoum sejak Sabtu (15/04) lalu.
Perebutan kekuasaan antara SAF dan RSF menyebabkan terjadinya pengeboman besar-besaran di ibu kota itu, yang menewaskan ratusan orang dan melukai ribuan lainnya.
Biden mendesak gencatan senjata
Seorang pejabat AS mengatakan kurang dari 100 orang AS dievakuasi pada Minggu pagi. Sebanyak tiga helikopter Chinook mendarat di dekat Kedutaan AS untuk menjemput mereka.
Usai evakuasi, Kedutaan Besar AS di Khartoum sekarang ditutup.
Sebuah cuitan di akun resmi Kedubes AS menyebut, pemerintah AS tidak dapat menyediakan layanan konsuler bagi warganya di Sudan, dan juga tidak cukup aman bagi pemerintah untuk mengevakuasi warga negara AS.
Kantor berita Reuters mengutip pejabat AS yang mengatakan, beberapa diplomat dari negara lain juga dievakuasi dalam operasi AS, dan pesawat AS tidak diserang selama aksi itu.
Bandara Khartoum telah berulang kali menjadi sasaran penembakan, sehingga penerbangan evakuasi dari sana tidak mungkin dilakukan.
Dalam pernyataannya, Presiden AS Joe Biden mengutuk peperangan di Sudan seraya mengatakan dua pasukan yang bermusuhan “harus menerapkan gencatan senjata segera dan tanpa syarat, mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan, dan menghormati keinginan rakyat Sudan”.
Pertempuran sengit pecah di Khartoum pada 15 April.
Inti dari konflik itu adalah perebutan kekuasaan antara pasukan yang setia kepada panglima militer Sudan Abdel Fatteh al-Burhan dan saingannya RSF.
Penembakan dan pengeboman yang hampir terus-menerus terjadi di Khartoum dan di tempat lain telah menyebabkan terputusnya aliran listrik, akses yang aman ke makanan dan air bagi sebagian besar penduduk.
Beberapa upaya gencatan senjata yang tampaknya telah disetujui oleh kedua belah pihak diabaikan, termasuk jeda tiga hari untuk menandai hari raya Idulfitri, yang dimulai pada hari Jumat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pertempuran itu telah menewaskan lebih dari 400 orang dan melukai ribuan lainnya. Namun jumlah korban tewas diyakini jauh lebih tinggi karena sulitnya akses untuk menuju rumah sakit.
[ad_2]
Source link