Jakarta, (DMS) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila (PP), Japto Soelistyo Soerjosoemarno, di Jl Benda Ujung, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Penggeledahan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, membenarkan penggeledahan tersebut dan menyatakan bahwa tindakan ini masih dalam rangka penyidikan kasus gratifikasi yang melibatkan Rita.
Selain rumah Japto, KPK juga menggeledah rumah mantan anggota DPR dari Partai NasDem, Ahmad Ali.
“Masih dalam perkara yang sama seperti saudara AA,” ujar Tessa.
Sebelumnya, tim penyidik KPK telah menggeledah rumah Ahmad Ali dan menemukan berbagai barang bukti, termasuk dokumen, barang elektronik, uang, tas, serta jam tangan.
Dalam kasus ini, Rita Widyasari diduga menerima gratifikasi terkait pertambangan batu bara, dengan jumlah sekitar US$3,3 hingga US$5 per metrik ton batu bara.
KPK juga menjeratnya dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena adanya upaya menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut.
Untuk mengusut lebih lanjut, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, guna menelusuri sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita.
Selain itu, penyidik juga menggeledah rumah Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Januari 2018.
Mereka diduga mencuci uang hasil gratifikasi dari proyek dan perizinan di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara senilai Rp436 miliar.
Dana tersebut digunakan untuk membeli kendaraan atas nama orang lain, tanah, serta aset lainnya.
Saat ini, Rita menjalani hukuman 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Ia juga dikenakan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan dan dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar serta suap Rp6 miliar dari pemohon izin dan rekanan proyek.DMS/CC