Jakarta (DMS) – Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil tindakan dalam menangani kasus pagar laut misterius di Tangerang.
Menurutnya, kasus tersebut jelas melibatkan pelanggaran hukum pidana, terutama terkait penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan laut.
Mahfud menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat di atas laut tersebut merupakan bukti adanya tindakan penipuan atau penggelapan, karena menurutnya, laut tidak boleh dijadikan objek sertifikasi.
“Dengan fakta ini, tak ada alasan bagi polisi untuk tidak segera memproses masalah pidana dalam kasus ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan bahwa penerbitan sertifikat tersebut diduga kuat dipicu oleh adanya kolusi dan permainan antara dunia usaha dan pejabat terkait, dengan aliran uang sebagai faktor pendorongnya.
“Kenapa ada permainan dengan pejabat? Karena hanya melalui mereka sertifikat resmi bisa keluar, ini jelas kejahatan. Kalau sudah ada indikasi kejahatan, KPK, Kejagung, dan Polri bisa bertindak,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/1).
Pakar Hukum Tata Negara ini menambahkan bahwa seluruh aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk menangani kasus ini.
“Siapa yang pertama kali tahu atau mengambil langkah duluan, tidak perlu ada perebutan wewenang. Yang penting jangan ada ketakutan antar institusi, ini malah mencurigakan,” ungkap Mahfud.
Dia juga menyarankan agar Presiden Prabowo, sebagai atasan tertinggi aparat penegak hukum, memberikan perintah tegas untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Jangan sampai kasus ini hilang begitu saja hanya karena saling melindungi atau sudah ada yang ‘dapat bagian’. Ini kasus serius,” tegasnya.
Pagar laut misterius ini membentang sepanjang 30 kilometer di perairan Tangerang dan pertama kali terungkap pada 14 Agustus 2024 setelah laporan dari masyarakat yang diterima oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti.
Pembangunan pagar tersebut mencaplok wilayah pesisir yang melibatkan 16 desa di enam kecamatan, serta mempengaruhi lebih dari 3.800 nelayan dan 500 pembudidaya di kawasan itu. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pagar laut tersebut telah memiliki sertifikat HGB.
Sertifikat tersebut terbagi atas beberapa pihak, yaitu PT Intan Agung Makmur dengan 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa dengan 20 bidang, serta beberapa bidang atas nama perorangan dan Surhat Haq yang saat ini sedang dalam proses pembatalan.DMS/CC