[ad_1]
- Penulis, Dave Gordon dan Will Smale
- Peranan, Reporter Bisnis BBC
Persoalan manipulasi foto dengan filter di media sosial telah lama menjadi perhatian banyak orang dan kini manipulasi itu merambah ke video. Apakah sudah saatnya pihak berwenang turun tangan?
Krystle Berger menegaskan bahwa dia “tidak mengubah fitur wajahnya secara drastis” ketika dia mengunggah foto dan video di Instagram, TikTok, dan Facebook.
“Saya benar-benar hanya menambahkan riasan dan pencahayaan yang sempurna secara digital,” katanya.
Berger adalah seorang ibu muda dari negara bagian Indiana, AS. Dia berlangganan aplikasi bernama FaceTune, yang telah diunduh lebih dari 200 juta kali di seluruh dunia.
Aplikasi ini memungkinkan para penggunanya untuk membuat perubahan halus pada penampilan wajah mereka, seperti menghaluskan kerutan, atau sebagai alternatif – mengubah penampilan mereka sepenuhnya.
Misalnya, mereka bisa meniruskan wajah, mengubah bentuk dan ukuran mata, atau melakukan operasi hidung secara digital.
Semula fitur itu hanya mampu diterapkan pada foto, tapi dua tahun lalu FaceTune meluncurkan versi untuk video selfie berdurasi singkat. Sejak saat itu efektivitasnya semakin berkembang.
Sementara itu, aplikasi populer lainnya yang memungkinkan para pengguna mengubah foto media sosial mereka – Perfect365 – akan meluncurkan versi videonya akhir tahun ini.
FaceTune dimiliki oleh perusahaan Israel Lightricks dan dua tahun lalu perusahaan tersebut dilaporkan memiliki valuasi $1,8 miliar (senilai Rp26,6 triliun).
Pendiri Lightricks Zeev Farbman mengatakan bahwa “tujuan utamanya” adalah membuat aplikasi bekerja semudah mungkin.
“Anda ingin memberi orang kekuatan sebesar 80%, dengan 20%-nya adalah kerumitan perangkat lunak profesional. Itulah permainan yang kami coba mainkan.”
Namun, dalam perdebatan selama ini, aplikasi-aplikasi seperti itu dinilai tidak sehat karena mempromosikan pandangan yang tidak realistis tentang kecantikan.
Hal itu dianggap berbahaya, terutama bagi anak-anak dan dewasa muda yang mudah terpengaruh.
Misalnya, 80% gadis remaja mengatakan bahwa mereka telah mengubah penampilan mereka di foto yang tersebar secara daring pada usia 13 tahun, menurut survei yang dilakukan oleh merek perawatan kulit Dove pada 2021.
Meskipun tidak ada yang menyerukan agar teknologi tersebut dilarang, ada gerakan yang semakin meningkat untuk memaksa pengiklan dan pemberi pengaruh media sosial – orang yang sering dibayar untuk mempromosikan produk dengan cara yang lebih informal – untuk mengakui ketika mereka telah mengubah citra fisik mereka.
Pada 2021, Norwegia memperkenalkan undang-undang yang mewajibkan kedua grup media sosial ini untuk menunjukkan apakah sebuah foto telah diubah.
Prancis sekarang melangkah lebih jauh, dan sedang dalam proses menuntut persyaratan yang sama, tetapi untuk foto dan video.
Sementara itu, Inggris sekarang melihat masalah sama, seiring dengan RUU Keamanan Daring yang masih dibahas di Parlemen.
Namun, masih harus dilihat apakah undang-undang tersebut hanya akan menargetkan iklan di media sosial atau termasuk para pemberi pengaruh.
Juru bicara Departemen Sains, Inovasi, dan Teknologi yang baru mengatakan: “Pemerintah mengakui ancaman yang dapat ditimbulkan oleh konten yang dimanipulasi secara digital, dan menangani masalah ini dengan sangat serius.”
Anggota parlemen konservatif Luke Evans telah lama mengkampanyekan agar para pengiklan dan pemberi pengaruh mengakui ketika mereka mengubah foto di media sosial.
Dia ingin melihat undang-undang baru “memiliki peraturan yang bisa digunakan di masa depan”, jadi perlu pengakuan yang sama untuk video yang diubah, dan perkembangan teknologi lainnya.
“Sangat penting bagi kita untuk memiliki kesadaran yang lebih luas dan peningkatan transparansi seputar teknologi baru ini,” katanya. “Bagi saya ini semua tentang kejujuran.”
Farbman mengatakan, “percakapan mengenai hal selalu ada … seiring waktu penerimaan terhadap aplikasi ini juga tumbuh”. Dia menambahkan bahwa itu adalah masalah kebebasan berbicara.
“Aneh bagi saya bila sebuah perusahaan memutuskan membatasi kebebasan ekspresif penggunanya, karena kepekaan terhadap estetika atau etika.”
Sean Mao, CEO Perfect365 yang berbasis di San Francisco, mendesak orang-orang untuk menggunakan aplikasinya “dengan cara yang aman dan etis”.
Dia menambahkan: “Kami mendorong orang untuk menggunakan aplikasi untuk mengekspresikan kreativitas mereka dan tidak menggunakan aplikasi dengan niat jahat untuk menipu orang lain atau tidak menggambarkan diri mereka yang sebenarnya.”
Psikolog Stuart Duff di Inggris mengatakan beberapa pemengaruh media sosial akan selalu tergoda untuk menggunakan trik untuk meningkatkan penampilan mereka secara daring – karena wajah tampan atau cantik memiliki nilai jual.
“Ketertarikan fisik memiliki pengaruh yang sangat kuat, tetapi seringkali tidak disadari pada keputusan kita ketika harus membeli produk dan layanan dari orang lain,” katanya.
“Ketika ditanya apa yang paling penting, kita secara sadar berbicara tentang pentingnya penampilan fisik dan berbicara tentang kualitas seperti kecerdasan, nilai dan kepribadian.
“Namun penelitian psikologis secara konsisten mengungkapkan hubungan positif yang kuat antara daya tarik seseorang dan kemampuan mereka untuk menjual kepada kita.”
Salah satu pemengaruh media sosial bernama Brandon B memiliki 5,6 juta pelanggan di YouTube. Dia berpendapat bahwa aplikasi manipulasi foto dan video harus dilihat secara positif.
“Saya senang aplikasi ini ada karena menurut saya banyak orang yang tidak memiliki pikiran body-positivity untuk tampil di media sosial, sehingga mereka mungkin merasa tersisih,” katanya.
“Alat-alat ini membantu mereka masuk ke media sosial.”
Namun, Dr Shira Brown, seorang dokter darurat di Rumah Sakit Niagara Selatan, Ontario, Kanada, mengatakan “persepsi yang menyimpang dari citra tubuh” tampaknya “diperburuk oleh praktik media sosial yang umum”.
Dia menambahkan: “Kami melihat konsekuensi kesehatan mental yang gawat dari media sosial setiap hari, seperti kecemasan, pikiran untuk bunuh diri, dan depresi.”
[ad_2]
Source link