Jakarta – Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau dikenal sebagai Karen Agustiawan, didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi dalam pengadaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Pertamina selama tahun 2011-2014.
Dakwaan tersebut merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023, yang menghitung kerugian negara dari pengadaan LNG dari perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), oleh Pertamina dan instansi terkait lainnya.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama Yenni Andayani dan Hari Karyuliarto telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar 113,84 juta dolar AS,” ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Wawan Yunarwanto, dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin.
Karen diduga melakukan atau turut serta dalam serangkaian perbuatan melawan hukum, termasuk memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS, serta memperkaya perusahaan CCL senilai 113,84 juta dolar AS.
Tidak hanya itu, Karen juga didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa justifikasi yang memadai.
Menurut JPU KPK, Karen juga tidak meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham sebelum menandatangani perjanjian jual beli LNG CCL. Ia juga memberikan kuasa kepada Yenni Andayani dan Hari Karyuliarto tanpa persetujuan yang memadai.
“Perbuatan tersebut melanggar berbagai undang-undang terkait Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas,” tambah Wawan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus ini pada 19 September 2023. Karen ditahan sejak tanggal tersebut hingga 16 Januari 2024 oleh penyidik, dan setelahnya oleh penuntut umum hingga 5 Maret 2024. DMS/AC