[ad_1]
Menjaga ‘surga perempuan’ di Teluk Youtefa yang terlarang bagi laki-laki
Mama Ani adalah salah satu warga Kampung Enggros yang menggantungkan hidup pada hutan bakau yang dilestarikan para perempuan dengan kearifan lokal. Hutan itu dinamai Hutan Perempuan.
Di hutan itulah, ia dan perempuan Enggros lainnya mencari kerang, atau bia dalam bahasa setempat. Sebagian dia jual untuk mencukupi kebutuhan hidup, sementara sisanya ia masak untuk lauk sehari-hari.
Mama Ani menghabiskan enam dekade hidupnya di Teluk Youtefa yang berada di dalam Teluk Yos Sudarso di Jayapura, Papua. Selama itu pula, ia melihat banyak perubahan yang terjadi di dalam teluk.
“Laut kami yang dulu indah, jernih bersih. Tapi laut sekarang, aduh kasihan, kotor karena adanya sampah.”
“Kadang-kadang Mama ingat laut dulu dengan sekarang, Mama sedih. Sering Mama mau bilang… laut kami yang dulu ada di mana? Ini bukan laut kami yang dulu,” tutur Mama Ani.
Ia tampak menahan tangis ketika mengucapkan hal itu.
Tokoh masyarakat di Kampung Enggros Orgenes Meraudje, menganggap Hutan Perempuan sebagai “surga kecil yang dirusaki oleh tangan manusia”.
Sejak 1967 hingga kini, Teluk Youtefa kehilangan lebih dari 50% kawasan hutan mangrove, dengan tingkat kerusakan yang tergolong tinggi. Menyusutnya kawasan mangrove, berdampak pada penurunan jumlah biota perikanan.
Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan dari Universitas Cendrawasih, John Dominggus Kalor, menyebut status pencemaran di Teluk Youtefa “sudah lampu merah”.
Ia menganggap salah satu penyebab dari menyusutnya kawasan hutan bakau adalah pembangunan infrastruktur dan pengembangan Teluk Youtefa sebagai destinasi wisata.
Reporter/Produser: Ayomi Amindoni
Editor video: Anindita Pradana
Videografer: Alfonso Dimara, Yulika Anastasia
[ad_2]
Source link