Berita Maluku, Ambon – Umpama peribahasa, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh ke tanah juga, arti peribahasa ini tepat jika disematkan kepada Hartanto Hoetomo Direktur PT Inti Artha Nusantara .
Tersangka Hartanto Hoetomo terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi dana proyek pembuatan taman kota dan pelataran parkir pada Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar, akhirnya tidak berkutik ketika tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung RI bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menangkapya di tempat persembunyiannya di kawasan Jl. H. Suaib I, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (5/9) sekitar pukul 12.58 WIB.
Bos PT Inti Artha Nusantara yang adalah kontraktor asal Surabaya ini diketahui melakukan tindakan yang merugikan negara miliaran rupiah, setelah Badan Periksa Keuangan Provinsi (BPKP) melakukan audit pada proyek yang menggunakan APBD Kabupaten KKT tahun 2017.
Hartanto Hoetomo (58) pasca ditetapkan sebagai tersangka kabur ke Surabaya sehingga Direktur PT. Inti Artha Nusantara ini dimasukan dalam DPO.
Usai ditangkap, DPO Kejati Maluku ini langsung diberangkatkan dari Jakarta ke Kota Ambon dengan dikawal langsung oleh tim Tabur Kejaksaan Tinggi Maluku. Setelah pengecekan administrasi di Kejati Maluku, tersangka langsung dititipkan di Rutan Waiheru Ambon.
Kasi Penkum dan Humas Kejati, Wahyudi Kareba Kepada DMS Media Group menjelaskan, tersangka merupakan DPO Kejaksaan Tinggi Maluku yang kabur dan sempat menghilang ke pulau jawa.
Menurut Wahyudi, tersangka selalu menggunakan berbagai dalih dalam menghindari panggilan jaksa, seperti alasan mencari penasihat hukum hingga terpapar COVID-19.
“Sejak awal Kejati Maluku sudah mengetahui tempat tinggal tersangka, yakni di Jalan Kendang Sari YKP 2/6 RT 001 Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya (Jatim), dan satu alamat lagi di Jakarta”kata Wahyudi
Hartanto Hoetomo kata Wahyudi, dinyatakan sebagai tersangka lantaran dirinya adalah kontraktor yang menangani pekerjaaan pembangunan Taman kota KKT.
Diketahui Sebelumnya dalam kasus bernilai Rp4.5 miliar, bos PT IAN itu ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga tersangka yang saat ini mendekam di Rutan Kelas II Ambon, yaitu Kepala Dinas PUPR KKT Andrianus Sihasale, Wilma Fenanlampir selaku PPTK, dan Frans Yulianus Pelamonia selaku pengawas.
Proyek Taman Kota di Kabupaten Kepulauan Tanimbar itu menggunakan sumber anggaran dari APBD Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2017.
Berdasarkan hasil audit BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku, akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian hingga Rp1,38 milliar.DMS