Tananahu, Maluku Tengah (DMS) – Masyarakat Negeri Pasune Waralatu Tananahu bersama basudara pela Tounusa Hatalepu Akoon siap menggelar ritual adat sakral, panas pela.
Acara Panas Pela Tananahu-Akoon untuk yang kedua dijadwalkan berlangsung pada Jumat (20/12).
Untuk mempererat tali persaudaraan antara kedua negeri, ratusan warga Akoon dari berbagai penjuru tanah air termasuk dari negeri Belanda telah tiba di Negeri Tananahu pada Kamis (19/12).
Kedatangan mereka disambut dengan penuh sukacita oleh Ina Latu Tananahu, Yulia Awayakuane, serta ratusan warga tua, muda, hingga anak-anak melalui tarian dan nyanyian adat yang menggambarkan kekayaan budaya.
Warga Tounusa Hatalepu yang datang dari berbagai daerah turut larut dalam kebahagiaan bertemu dengan basudara Pasune Waralatu Tananahu dan Kakilete Lattu Sununue dari Dusun Rumahlait. Prosesi ini menjadi momentum penting untuk mempererat hubungan persaudaraan antara kedua negeri.
Ina Latu Tananahu, Yulia Awayakuane, dan Raja Akoon, Dace Tahapary, menyatakan kesiapan mereka untuk menyelenggarakan acara adat yang penuh makna ini. Mereka berharap prosesi panas pela kedua ini dapat berlangsung lancar, aman, dan tetap mengedepankan nilai-nilai adat serta budaya.
Acara panas pela ini dimulai dengan ritual adat yang sakral, dilanjutkan dengan pembacaan ikrar janji adat yang mengikat kedua negeri. Prosesi ini tidak hanya memiliki makna budaya, tetapi juga spiritual yang mendalam bagi masyarakat Maluku.
Untuk memastikan kelancaran acara, Polsek Teluk Elpaputih menurunkan sebanyak 60 personel pengamanan sejak 16 hingga 21 Desember.
Kapolsek Teluk Elpaputih, Iptu Rahmat Gunawan, mengimbau warga Tananahu dan Dusun Rumahlait untuk menjaga ketertiban masyarakat (Kamtibmas) demi suksesnya penyelenggaraan acara ini.
Ritual panas pela adalah pengingat akan hubungan kekerabatan dan persaudaraan yang erat di antara masyarakat Maluku. Tradisi ini menjadi identitas yang harus terus dilestarikan sebagai warisan budaya dan simbol keharmonisan hidup orang basudara.
Panas pela merupakan tradisi yang membuktikan bahwa agama, adat, dan budaya dapat berjalan harmonis. Ritual ini juga menunjukkan tingkat peradaban tinggi dalam menjaga persaudaraan sejati, sebagaimana diungkapkan dalam pepatah leluhur Maluku: “Potong di Kuku Rasa di Daging”, “Ale Rasa Beta Rasa”, dan “Sagu Salempeng Patah Dua”.DMS