[ad_1]
Sumber gambar, Getty Images
Seperti halnya pelari Ronnie Baker dan Su Bingtian, Amerika Serikat dan China bertarung secara ketat pada Olimpiade Tokyo.
China saat ini memimpin perolehan medali Olimpiade Tokyo dan berharap merebut predikat juara umum seperti ketika Beijing menjadi tuan rumah pesta olahraga terakbar dunia itu pada 2008 lalu.
Tapi bagi publik di Amerika Serikat yang mengikuti peliputan Olimpiade Tokyo, fakta ini tidak terlihat.
Sejumlah media arus utama di AS—dan bahkan Komite Olimpiade Nasional AS (USOPC)—secara kontroversial memperlihatkan klasemen alternatif yang menunjukkan AS mengungguli China, bertengger di tempat teratas.
Ilusi ini tercipta dengan menghitung jumlah semua medali, alih-alih menghitung perolehan medali emas sebagai kriteria utama.
Dengan memakai “standar emas” Komite Olimpiade Internasional (IOC), China memuncaki klasemen perolehan medali per 4 Agustus dengan 32 medali emas, sedangkan AS di peringkat dua dengan 25 medali emas.
Akan tetapi, klasemen ini tidak tampak di AS.
Sejumlah media, termasuk the New York Times, the Washington Post, dan NBC yang menyiarkan berbagai pertandingan di Olimpiade Tokyo, justru memakai perolehan jumlah total medali.
Alhasil, AS memimpin klasemen dengan 77 medali dan China berada di peringkat dua dengan 70 medali.
Sumber gambar, Getty Images
Komite Olimpiade Internasional (IOC) memakai penghitungan medali emas untuk membuat klasemen Olimpiade.
Pemilihan standar tersebut menuai kritik di media sosial, bahkan dari sejumlah pendukung kontingen AS. Media Australia, News.com, bahkan menyebut AS “mencurangi” klasemen medali.
Sebuah artikel menulis, “Banyak media besar AS punya cara sendiri dalam membuat peringkat negara di dunia.”
“Dan—kejutan—itu artinya ada negara tertentu yang menjadi paling atas dalam klasemen.”
Sebagai contoh, harian the New York Times menggunakan “model alternatif” pada awal kompetisi, 3 Agustus lalu.
Akan tetapi, beberapa jam kemudian, harian itu mencuitkan klasemen dengan perolehan medali emas.
Yang membingungkan, dua versi klasemen itu bisa ditemukan di laman resmi harian tersebut.
Beberapa hari sebelumnya, Josh Katz selaku redaktur grafis NYT tampak membenarkan pembuatan klasemen alternatif. Menurutnya, “ada banyak cara berbeda untuk menghitung medali”.
“Cara penghitungan mana yang lebih superior. Mungkin bukan keduanya,” tulis Katz pada 27 Juli.
“Mungkin metode ideal adalah jalan tengah.”
Anehnya, pembuatan klasemen dengan menghitung total medali tidak muncul pada Olimpiade 2016, ketika AS unggul baik dalam jumlah medali emas maupun total medali.
Sumber gambar, Getty Images
AS unggul dalam perolehan total medali, namun China punya lebih banyak medali emas.
China bisa ungguli AS di klasemen alternatif?
Walau klasemen dengan metode alternatif menunjukkan AS unggul, bisa saja China menang baik dalam perolehan medali emas maupun total medali.
Pada 3 Agustus, China sesaat menyamai AS dalam perolehan total medali, yaitu 68 medali. Namun, AS kemudian menyalip China.
Sampai Olimpiade Tokyo berakhir pada 8 Agustus mendatang, segala kemungkinan masih terbuka.
[ad_2]
Source link