Ambon, (DMS) – Musik ukulele semakin mendapat tempat istimewa setelah Ambon dinobatkan UNESCO sebagai “City of Music”. Melodi merdu dari dawai ukulele kini terasa sebagai simfoni yang hidup di tengah ragam musik nusantara.
Fenomena ukulele sebuah manifestasi dari semangat budaya Ambon yang terus mengakar. Kolaborasi ukulele dengan alat musik tradisional lainnya, seperti rebana, menjadi simbol persatuan yang melampaui sekat-sekat budaya, agama, dan suku.
Ukulele tidak lagi sekadar musik untuk anak sekolah, instrumen ini kini menghiasi berbagai siklus acara sifatnya pemerintahan, adat, maupun agama.
Di tangan para pemain cilik yang terlatih, alunan ukulele mampu menyentuh hati pendengar, menghadirkan keajaiban dalam setiap petikan dawai.
Dalam kehangatan orkestra budaya ini, lahirlah simfoni “Ale Rasa Beta Rasa,” yang menggambarkan kuatnya nilai-nilai Pela dan Gandong.
Nilai-nilai ini bukan sekadar pengakuan budaya, melainkan cerminan dari eksistensi anak-anak Maluku yang diharapkan terus mengakar dalam berbagai konstelasi kehidupan.
Refleksi “Ale Rasa Beta Rasa” dalam Dinamika Politik Pilkada Kota Ambon
Tinggal 23 hari lagi sebanyak 250.194 pemilih, akan berbondong-bondong menuju 514 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 50 desa /kelurahan pada di lima kecamatan untuk memilih walikota-wakil walikota sekaligus menentukan arah pembangunan kota ini.
Glorifikasi dukungan politik di ibu kota “Ambon Manise” bukan hanya soal angka-angka, tetapi juga soal tarik-menarik kepentingan antara pusat dan daerah.
Di Pilkada Ambon 2024, empat bakal calon wali kota bersiap unjuk gigi, pasangan Agus Ririmasse- Novan Liem, pasangan Bodewin Wattimena – Elly Toisutta, pasangan Taddy Salampessy-Emmilyh Dominggus Luhukay dan pasangan Jantje Wenno – Syarif Bakri Asyathri. Ke-empat pasangan berlomba mendapatkan simpati warga kota Ambon di 27 November nanti.
Harmoni Politik atau Kakofoni Kekuasaan?
Seperti sebuah orkestra, dinamika Pilkada Kota Ambon juga memerlukan keharmonisan. Keputusan-keputusan politik ini akan menentukan apakah “orkestra” yang dimainkan menghasilkan harmoni pembangunan atau hanya kakofoni kekuasaan.
Saat tirai panggung politik ini diturunkan, warga kota Ambon berharap orkestra politik ini dapat menjadi simfoni pembangunan yang harmonis, bukan sekadar panggung tarik-menarik kekuasaan.
Dalam epilog drama politik ini siapa pun pemimpin yang terpilih harus mampu menentukan arah masa depan kota ini. Semoga slogan Ale Rasa Beta Rasa bukan hanya ajang unjuk kekuatan elit, tetapi awal dari simfoni pembangunan yang harmonis dan berpihak pada warga di kota yang oleh bangsa Portugis pertama kali menyebutnya dengan nama “Nossa Senhora da Anunciada.” Semoga. Redaksi DMS