Jakarta (DMS) – Pakar hukum menilai penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016, terkesan prematur dan politis.
Menurut Chairul Huda, pakar hukum pidana, proses penetapan tersangka ini seharusnya didasarkan pada bukti yang valid, terutama terkait dengan kerugian negara yang konkret.
“Kerugian negara harus dibuktikan melalui perhitungan resmi dari lembaga terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujarnya di Jakarta, Sabtu.
Dia juga mengkritik pernyataan Kejaksaan Agung yang mengklaim kerugian negara mencapai Rp400 miliar, yang dinilai masih terlalu spekulatif dan belum terukur dengan jelas.
Chairul mencurigai bahwa penetapan tersangka ini mungkin merupakan bagian dari upaya Kejaksaan untuk menunjukkan kinerja cepat dalam mendukung pemerintahan baru.
“Semua kementerian dan lembaga berlomba-lomba mencapai target 100 hari pemerintahan, dan Kejaksaan mungkin ingin memperlihatkan pencapaian mereka dengan mengungkapkan kasus ini,” tambahnya.
Chairul juga mengingatkan adanya potensi diskriminasi dalam penanganan kasus impor gula ini, mengingat sebelumnya beberapa menteri terkait juga pernah diperiksa dalam kasus serupa, namun tidak ada tindak lanjut yang signifikan.
“Praperadilan ini akan menjadi ujian apakah Kejaksaan benar-benar menjalankan proses hukum dengan adil dan transparan,” katanya.
Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Tom Lembong pada Senin (18/11), terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, yang diduga terlibat dalam keputusan impor gula meskipun pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antar kementerian, Indonesia tercatat mengalami surplus gula. Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan memberikan persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.DMS/AC