Jakarta (DMS) -Pemerintah diminta memberikan saksi tegas pagi pedagang atau distributor yang terbukti menjual pupuk subsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Ketua Umum PC PMII Pamekasan, Homaidi mengatakan, penjualan pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) merupakan pelanggaran serius terhadap regulasi yang telah ditetapkan pemerintah. Menurutnya, pupuk bersubsidi seharusnya menjadi solusi bagi petani agar dapat meningkatkan hasil produksi pertanian tanpa terbebani biaya yang tinggi.
“Pupuk subsidi dirancang untuk meringankan beban petani. Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih adanya kios yang menjual pupuk di atas HET. Ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga bertentangan dengan tujuan Presiden Prabowo Subianto dalam mendukung sektor pertanian dan program ketahanan pangan nasional,” tegas Homaidi dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (19/01/2025).
Homaidi mengatakan, penjualan pupuk di atas HET semakin memperburuk kondisi petani, terutama di daerah terpencil yang memiliki akses terbatas ke pasar. Praktik ini menciptakan ketidakadilan dalam distribusi bantuan pemerintah, di mana hanya petani yang mampu dan bisa membayar harga lebih tinggi yang dapat memperoleh pupuk bersubsidi.
“Kami mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dalam menegakkan regulasi, memastikan harga pupuk subsidi sesuai dengan HET, serta memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar aturan. Ini penting demi melindungi kepentingan petani dan keberlanjutan sektor pertanian,” sambungnya.
Hasil investigasi yang dilakukan di lapangan, PC PMII Pamekasan juga telah mengantongi bukti pembelian dari kelompok tani (poktan) ke kios yang menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Penjualan pupuk bersubsidi di beberapa kios tercatat melebihi HET dengan harga yang mencapai Rp 125.000, Rp 130.000, Rp 140.000, bahkan Rp 150.000 per sak.
“Tindakan ini jelas melanggar Peraturan Menteri (Permen) Nomor 49 Tahun 2020, Bab V Pasal 12, yang mengatur harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Seharusnya, poktan membeli pupuk kepada kios dengan harga Rp112.500 per sak atau Rp2.250 per kilogram untuk urea, serta Rp115.000 per sak atau Rp2.300 per kilogram untuk NPK,” ujar Homaidi.
Wakil Ketua I PC PMII Pamekasan, Moh Nadir menambahkan, temuan terkait penyimpangan harga pupuk sudah ditemukan sejak bulan Juni, tetapi tindakan baru diambil pada bulan Desember 2024.
“Ini menunjukkan adanya pembiaran terhadap masalah ini selama kurang lebih lima bulan. Kami berharap ke depannya pemerintah bisa lebih cepat dalam menanggapi temuan-temuan serupa. Respon cepat dan tegas dibutuhkan agar petani tidak terus dirugikan,” terang dia.
PC PMII Pamekasan juga menyoroti lemahnya sistem pendataan dan serapan pupuk bersubsidi di 2024. Data yang tidak sinkron antara Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) dengan kios resmi menimbulkan kekhawatiran soal transparansi dan integritas distribusi.
“Ketidakakuratan data ini dapat memicu ketidakseimbangan stok pupuk dengan kebutuhan petani, yang berpotensi menghambat produktivitas pertanian di daerah tertentu,” imbuh Moh Nadir.
Merespon hal itu, Ketua KP3 Pamekasan, Achmad Faisol, menyatakan bahwa aspirasi dari PMII menjadi bahan evaluasi penting bagi KP3 dalam pengawasan distribusi pupuk.
“Masukan dari PMII akan kami tindak lanjuti, terutama terkait validasi data dan penegakan sanksi bagi distributor atau kios yang melanggar,” ujar Achmad Faisol.DMS/DC