Jakarta – PT. Pertamina (Persero) mengumumkan rencananya untuk memperkenalkan tiga produk bensin baru pada tahun 2024, yaitu Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Ini berarti bahwa jenis bahan bakar minyak (BBM) Pertalite akan dihentikan pada tahun depan.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan pengumuman ini dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR pada hari Rabu, 30 Agustus. Beliau menjelaskan, “Pada tahun 2024, kami memohon dukungan untuk meluncurkan yang kami sebut Pertamax Green 92. Secara esensial, Pertalite akan dicampur dengan etanol, meningkatkan angka oktannya dari 90 menjadi 92.”
Secara detail, Pertamina akan memperkenalkan tiga produk bensin yang berbeda: Pertamax Green 92, yang mencampurkan RON 90 dengan 7 persen etanol yang disebut E7; Pertamax Green 95, yang menggabungkan Pertamax dengan 8 persen etanol, disebut E8; dan Pertamax Turbo.
“Sehingga, kami akan memiliki dua pilihan bensin hijau yang mewakili komitmen kami untuk energi hijau dan emisi karbon rendah dalam portofolio produk kami,” tambahnya.
Nicke menegaskan bahwa langkah ini merupakan kelanjutan dari “Program Langit Biru.” Sebelumnya, Pertamina telah menghapus BBM Premium RON 88 dan memperkenalkan Pertalite dengan RON 90. “Ini adalah kelanjutan dari Fase Dua dari Program Langit Biru, di mana kami meningkatkan angka oktan bahan bakar subsidi kami dari RON 90 menjadi RON 92, sesuai dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menetapkan angka oktan minimum 91 untuk bahan bakar yang dijual di Indonesia,” jelasnya.
Nicke menekankan bahwa perubahan kebijakan ini sejalan dengan tujuan lingkungan, dengan mengurangi emisi karbon, memenuhi persyaratan bioenergi wajib, dan mengurangi impor bensin. Beliau juga meminta dukungan pemerintah, termasuk pembebasan bea cukai untuk bioetanol. Dengan investasi dalam bioetanol di Indonesia, Pertamina akan mengimpor bioetanol terlebih dahulu.
“Namun, ini bukan masalah, mengingat kami juga mengimpor bensin. Kami hanya menggantikan impor bensin dengan etanol, yang lebih baik dalam hal emisi. Selagi kami belum mencapai produksi dalam negeri yang memadai, kami meminta pembebasan dari pajak impor,” paparnya.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) baru yang mengalokasikan 710 hektar untuk swasembada gula dan etanol. Dari perpres ini, Nicke berharap tambahan pasokan sebesar 1,2 juta kiloliter sebagai bahan pencampuran bensin.
“Kami berharap mendapatkan dukungan dari Komisi VII, mengingat Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis karena dapat menyerap banyak tenaga kerja. Kami juga dapat memanfaatkan sumber daya domestik yang kami miliki, yaitu bahan bakar minyak, untuk mengurangi emisi dengan cepat, terutama dalam situasi polusi yang sedang menjadi perhatian saat ini,” lanjut Nicke. DMS