Jakarta (DMS) – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap dugaan pengagunan beberapa sertifikat hak milik (SHM) pada wilayah pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ke bank.
“Kami menemukan indikasi bahwa beberapa sertifikat telah diagunkan ke bank swasta. Temuan ini akan terus kami dalami,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (21/2).
Djuhandhani tidak mengungkap identitas pihak yang diduga terlibat, tetapi ia menilai adanya keuntungan yang diperoleh dari pengagunan SHM tersebut.
“Secara hukum pidana, hal ini menunjukkan bahwa ada pihak yang telah mengambil keuntungan,” jelasnya.
Penyidik saat ini tengah mendalami kasus tersebut agar dapat ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hingga kini, Dittipidum telah memeriksa 19 saksi, termasuk pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, perangkat RT/RW Desa Segarajaya, mantan Kepala Desa Segarajaya, serta kepala desa yang saat ini menjabat, Abdul Rosyid.
Selain itu, tim penyidik juga telah melakukan pengecekan langsung ke lokasi pagar laut di Desa Segarajaya. Ke depan, pemeriksaan akan diperluas dengan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga terkait guna menelusuri proses penerbitan sertifikat kepada masyarakat.
Kasus ini bermula dari laporan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang mengajukan laporan polisi nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI. Penyelidikan mengarah pada dugaan pemalsuan surat, pemalsuan akta otentik, serta penempatan keterangan palsu dalam 93 SHM di Desa Segarajaya pada 2022.
Penyidik menemukan modus operandi dengan mengubah data 93 SHM, baik subjek atau nama pemegang hak maupun objek atau lokasi sertifikat. Perubahan tersebut mencakup pergeseran lokasi dari darat ke laut dengan luas yang lebih besar dari aslinya.
“Diduga, sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah telah diubah menjadi nama pemegang hak baru yang tidak sah. Selain nama, luas tanah dan lokasi objek sertifikat juga mengalami perubahan ilegal,” jelas Djuhandhani.
Perubahan ilegal tersebut menyebabkan pergeseran wilayah dari darat ke laut, yang kemudian diduga dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Penyidik terus mendalami kasus ini guna mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab dan memastikan langkah hukum lebih lanjut.DMS/AC