Jakarta (DMS) -Mengenang 20 tahun tsunami Aceh, peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa beberapa waktu lalu mengingatkan warga agar waspada pada bencana yang dapat datang kapanpun. Salah satunya megathrust Selat Sunda yang dapat meledak kapan saja.
Rahma menjelaskan, potensi bencana megathrust di selatan Jawa bisa terjadi dan memicu tsunami sebesar Tsunami Aceh 2004. Bencana megathrust adalah bencana yang terjadi di zona subduksi, tempat salah satu lempeng tektonik bumi mendorong lempeng lainnya ke bawah.
Berdasarkan hasil risetnya, Rahma memaparkan segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik signifikan. Hal ini dapat memicu gempa dengan kekuatan magnitudo besar, dari M 8,7-9,1. Karena itu, potensi megathrust dapat memicu gempa besar beserta tsunami melalui Selat Sunda sampai Jakarta dalam 2,5 jam.
“Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” terang Rahma usai acara peringatan 20 tsunami Aceh di Banda Aceh (26/12/2024), dikutip dari laman BRIN, Minggu (5/1/2025).
Potensi Tsunami
Berdasarkan simulasi BRIN dan peneliti lintas institusi, ketinggian gelombang Tsunami dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter Selat Sunda, dan 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.
Rahma menjelaskan, fenomena serupa pernah terjadi pada Tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu landslide Nusa Kambangan.
“Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” kata Rahma.
Berdasarkan penelitian paleotsunami, BRIN mencatat periode ulang gempa megathrust di selatan Jawa yakni setiap sekitar 400-600 tahun. Sedangkan kejadian terakhir diperkirakan terjadi pada 1699. Karena itu, energi yang tersimpan sekarang diperkirakan sudah mencapai titik kritis.
Berangkat dari penelitian, BRIN mengingatkan warga perlu siap siaga dan melakukan mitigasi bencana agar banyak nyawa dapat terselamatkan.
Mitigasi Gempa Megathrust Selat Sunda dan Tsunami
Sebelumnya pada siaran BRIEF #130 Mengenal Megathrust dan Mitigasinya di YouTube BRIN Indonesia, Rahma menjelaskan ada sejumlah faktor yang memengaruhi rasio kematian pada tsunami dan gempa megathrust. Beberapa di antaranya yakni tinggi tsunami, kekuatan gelombang tsunami, dan kecepatan kedatangannya.
Ia menjelaskan, faktor topografi seperti keberadaan tebing atau dataran landai beserta sungai juga turut berpengaruh. Begitu pula dengan struktur pertahanan seperti adanya hutan bakau.
“Kalau (dia) tsunami) ketemu pantai yang landai, maka dia akan (dapat) mencapai daratan lebih jauh. Kalau tida terbuka, tanpa mangrove (bakau), (seperti) jalan tol saja, ditrabas semuanya yang ketemu. Kalau ketemu mangrove, atau ketemu tanggul, berarti ada penghalang sedikit, nggak langsung kena permukiman. Kalau ada sungai, dia akan masuk lebih jauh ke sungainya, akan mengikuti alur sungai tersebut,” terangnya.
Lebih lanjut, sistem peringatan yang mumpuni, dan fasilitas evakuasi memadai perlu mendukung masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga perlu punya kesadaran, pengetahuan, dan kapasitas yang tinggi dalam pengambilan keputusan saat genting, terutama terkait gempa dan tsunami.
“Waktu di Aceh itu sebelum dan sesudahnya benar-benar di luar bayangan (manusia), sulit kita bayangkan, bisa tersapu. Tapi (beberapa) bangunan-bangunan dua lantai masih berdiri, banyak yang kemudian mengevakuasi diri ke lantai dua atau masjid agung di Aceh, larinya ke atas. Jadi sebetulnya kalau tsunami itu, kita perlu evaluasi keluar dari zona rendaman, baik dari menjauhi pantainya atau evakuasi vertikal,” ucapnya.
“Tapi sebisa mungkin jangan punya rumah atau sekolah di pinggir pantai. Misalnya kita bikin pemodelan tsunami, simpanan pantai ini sebisa mungkin kita hindari,” imbuh Rahma.
Untuk itu ia merinci sejumlah saran mitigasi bencana tsunami sebagai berikut:
Pembangunan tanggul penahan tsunami dan pemecah ombak
Penataan ruang di wilayah pesisir dengan memperhatikan jarak aman 250 meter dari bibir pantai.
Pembangunan hutan pesisir atau vegetasi alami seperti pandan laut dan mangrove untuk meredam energi gelombang tsunami.
Edukasi warga mengenai mitigasi bencana.
Pelatihan simulasi evakuasi bagi warga.
Penyediaan jalur dan lokasi evakuasi yang memadai.
Sementara itu, untuk mitigasi dampak gempa megathrust di perkotaan padat dan industri seperti Jakarta dan Cilegon, berikut saran yang dapat diterapkan untuk menghindari timbulnya korban jiwa:
Retrofitting atau penguatan struktur bangunan.
Penguatan penerapan standar dan prosedur keselamatan di kawasan industri sehingga tidak muncul kecelakaan seperti kebocoran pabrik kimia, kebakaran, dan lain-lain akibat gempa dan tsunami.
Edukasi dan simulasi evakuasi gempa dan megathrust bagi warga.DMS/DC