Jakarta (DMS) – Indonesia terus memperkuat pendanaan iklim yang inklusif dengan penetapan Nilai Ekonomi Karbon Multiskema untuk mendukung kebutuhan pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas mencapai target iklim tertuang dalam dokumen Nationally Determained Contribution (NDC).
Dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis, Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH Ary Sudijanto menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyerahkan 1st Biennial Transparency Report (BTR) pada 2024 yang mencakup kebutuhan pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas untuk mencapai target NDC.
“Indonesia terus meningkatkan keragaman sumber pendanaan NDC dan perluasan kondisi pemungkin untuk memobilisasi pendanaan. Penerapan Nilai Ekonomi Karbon Multiskema merupakan salah satu langkah yang dikembangkan untuk mengoptimalkan pendanaan iklim berdasarkan mandat Pasal 6 Persetujuan Paris dan kerangka regulasi yang ada,” kata Ary.
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan Enhanced NDC, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan pembiayaan global.
Secara rinci dalam Annex 1st BTR telah dilaporkan pemetaan kebutuhan dan dukungan yang diterima untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Kebutuhan pendanaan iklim sebesar 282 miliar dolar AS dengan kebutuhan untuk aksi mitigasi sebesar 281,18 miliar AS dan adaptasi sebesar 816,52 miliar AS.
Kebutuhan terbesar, katanya, berasal dari sektor energi sebesar 245,996 miliar AS dan kebutuhan sebesar 21,62 miliar AS USD untuk sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and other land use/FOLU).
Terdapat juga kebutuhan pendanaan 13 miliar AS untuk sektor limbah, 504 juta AS untuk sektor pertanian, dan 65 juta AS untuk sektor Proses Industri dan Penggunaan Produk/Industrial Processes and Product Use (IPPU).
Beberapa pendanaan sudah diperolah termasuk Result-Based Payment (RBP) pada skema REDD+ untuk FOLU, Result-Based Contribution (RBC) dari Pemerintah Norwegia dan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF).
“Penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan lima Independent Crediting Scheme membuka peluang perdagangan karbon melalui 54 metodologi untuk pendekatan technology-based dan 58 metodologi untuk pendekatan nature-based. Pendanaan iklim pada multiskema perdagangan karbon diharapkan dapat meningkatkan investasi dari berbagai pihak dalam proyek yang berkontribusi pada penurunan GRK,” jelas Ary.
Melalui integrasi Nilai Ekonomi Karbon Multiskema, dia menyatakan Indonesia memperlihatkan langkah nyata memperkuat pendanaan iklim nasional guna mencapai target ambisius NDC .DMS/AC