Sumber gambar, Getty Images
Roket Long March 5 lepas landas dari China selatan pada 24 Juli 2022.
Puing-puing dari roket China diperkirakan akan jatuh ke Bumi pada akhir pekan ini.
Roket tersebut akan kembali ke Bumi dengan reentri yang tidak terkendali, berarti ia akan jatuh tanpa mengikuti jalur yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Kemungkinan ia mendarat di daerah berpenduduk sangat rendah.
Namun ini telah menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana berbagai negara bertanggung jawab atas sampah luar angkasa yang mereka hasilkan.
Sebelumnya sudah ada seruan dari badan antariksa AS (Nasa) agar badan antariksa China merancang roket mereka supaya hancur menjadi potongan-potongan kecil setelah jatuh ke Bumi, sesuai norma internasional.
Roket-roket yang baru-baru ini menuju stasiun luar angkasa China yang belum selesai, Tiangong, tidak punya kemampuan untuk reentri terkendali.
Peluncuran terbaru roket-roket tersebut adalah pada hari Minggu (23/07), ketika roket Long March 5 membawa modul laboratorium ke stasiun Tiangong. Pemerintah China mengatakan pada hari Rabu (27/07) bahwa jatuhnya roket tersebut tidak akan berbahaya bagi siapa pun di darat karena kemungkinan besar ia akan mendarat di laut.
Bagaimanapun, tetap ada kemungkinan potongan-potongan roket tersebut jatuh di daerah berpenduduk, seperti yang terjadi pada Mei 2020 di Pantai Gading.
Badan roket kosong sekarang berada dalam orbit elips di sekitar Bumi tempat ia terseret oleh gravitasi Bumi untuk jatuh ke atmosfer secara tidak terkendali.
Menurut The Aerospace Corporation, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di California, reentri akan terjadi sekitar pukul 00:24 GMT (07:24 WIB) pada hari Minggu, plus atau minus 16 jam.
Masih terlalu dini untuk mengetahui dengan pasti lokasi puing seberat 25 ton itu akan mendarat. Sejumlah kemungkinan area adalah AS, Afrika, Australia, Brasil, India, dan Asia Tenggara, menurut prediksi organisasi tersebut.
“Perihal Long March 5 yang diluncurkan beberapa hari lalu, tidak ada rencana (reentri) yang diketahui, hal yang juga terjadi pada peluncuran pesawat ini sebelumnya,” kata pakar pelacakan ruang angkasa yang berbasis di Inggris Sean Goldsbrough, direktur Northern Space and Security (NORSS), kepada BBC News.
“Kurangnya komunikasi, ditambah dengan apa yang dapat dianggap sebagai hasil yang tak terduga untuk dua peluncuran sebelumnya, terutama yang menyebabkan kekhawatiran.”
Merancang suatu objek untuk hancur saat masuk kembali ke atmosfer semakin menjadi prioritas bagi para operator satelit. Ini dilakukan sebagian dengan menggunakan bahan yang memiliki suhu titik leleh rendah, seperti aluminium.
Dalam kasus roket, ini bisa mahal, karena secara historis bahan yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar, seperti titanium, membutuhkan suhu yang sangat tinggi untuk terbakar. Ukuran benda-benda tersebut juga menjadi masalah, terutama dalam kasus Long March 5, yang beratnya lebih dari 25 ton.
Meskipun demikian, badan antariksa lain telah merancang roket mereka untuk hancur menjadi potongan-potongan kecil selama reentri sejak bongkahan besar stasiun ruang angkasa Nasa Skylab jatuh dari orbit dan mendarat di Australia pada tahun 1979.
Tahun lalu, menyusul masuknya reentri yang tidak terkendali oleh Badan Antariksa Berawak China (CMSA), Administrator Nasa Bill Nelson mengatakan: “Jelas bahwa China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab perihal puing-puing ruang angkasa mereka.
“Negara-negara penjelajah ruang angkasa harus meminimalkan risiko bagi manusia dan properti di Bumi dalam menjatuhkan objek ruang angkasa dan memaksimalkan transparansi terkait operasi tersebut,” katanya.
Sumber gambar, Xinhua/China Daily
Roket Long March 5 sebelum lepas landas pada Mei 2021
Konfigurasi Long March 5 yang sama sudah diluncurkan dua kali sebelumnya, sekali pada Mei 2020 dan sekali lagi pada Mei 2021, membawa bagian yang berbeda untuk stasiun antariksa Tiangong.
Pada kedua kesempatan itu puing-puing dari “tahap inti” roket dibuang kembali ke Bumi, di Pantai Gading dan Samudra Hindia. Ini mengikuti prototipe yang jatuh ke Samudra Pasifik pada tahun 2018.
Tak satu pun dari insiden ini menyebabkan cedera namun menuai kritik dari berbagai badan antariksa. Pada hari Selasa (26/07), surat kabar yang dikelola pemerintah China Global Times menuduh media barat melakukan kampanye kotor yang dipimpin AS terhadap Long March 5 .
Peluncuran terbaru ini membawa modul kedua dari tiga modul ke stasiun luar angkasa China. Modul laboratorium Wentian dengan panjang 17,9m akan menjadi yang pertama dari dua laboratorium yang bergabung dengan stasiun.
China mulai membangun stasiun antariksa Tiangong pada April 2021 dengan peluncuran modul Tianhe, tempat tinggal utama bagi awak stasiun.
China berharap Tiangong akan selesai pada akhir 2022.
