Jakarta – Senin pagi, Rupiah mengalami penguatan yang signifikan, dipicu oleh pelemahan data Non-Farm Payroll (NFP) serta Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur ISM Amerika Serikat (AS). Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong, menggarisbawahi bahwa penguatan mata uang Indonesia tersebut terjadi menyusul angka-angka ekonomi AS yang di bawah ekspektasi.
Data PMI Manufaktur ISM AS pada April 2024, yang hanya mencapai 49,2, jauh di bawah perkiraan sebesar 50,0, serta turun dari angka bulan sebelumnya yang mencapai 50,3. Begitu juga dengan data NFP April 2024, yang hanya mencapai 175 ribu, lebih rendah dari perkiraan sebesar 238 ribu, atau dari bulan sebelumnya yang mencapai 315 ribu.
“Rupiah diperkirakan akan dibuka dengan kecenderungan menguat terbatas terhadap dolar AS yang melemah, seiring keluarnya data ekonomi AS yang di bawah ekspektasi, seperti NFP dan ISM,” ungkap Lukman Leong dalam wawancara dengan Antara, Jakarta.
Dia menyoroti bahwa penurunan angka NFP dan ISM yang lebih rendah dari prediksi utamanya disebabkan oleh kebijakan suku bunga tinggi dari Federal Reserve (The Fed).
Di awal perdagangan hari ini, kurs Rupiah terhadap dolar AS menguat 98 poin atau 0,61 persen menjadi Rp15.985 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang mencapai Rp16.083 per dolar AS.
Sementara itu, investor secara cermat menanti data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2024 yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada siang ini. Proyeksi menunjukkan bahwa angka PDB diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen.
“Kontraksi dalam data PDB akan memberikan tekanan pada Rupiah,” tambah Lukman, merujuk pada ekspektasi pasar yang berpotensi merespons angka-angka tersebut. DMS/AC