Jakarta (DMS) – Satelit milik Uni Soviet, Kosmos 482, diperkirakan akan jatuh ke Bumi pada Sabtu (10/5/2025) siang. Informasi terbaru ini disampaikan oleh Peneliti Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Thomas Djamaluddin.
“Modul pendarat Kosmos 482 diprediksi jatuh siang ini. Wilayah berpotensi terdampak mencakup Asia Tengah, Asia Tenggara, Indonesia, Australia, Amerika Selatan, Eropa, dan India,” ujar Thomas Djamaluddin kepada detikINET, Sabtu (10/5/2025).
Sejumlah wilayah di Indonesia juga disebut memiliki potensi terkena dampak jatuhan sampah antariksa ini. “Wilayah Indonesia yang berpotensi terdampak adalah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur,” jelasnya.
Menurut Thomas, objek ini akan melintas di atas Indonesia sekitar pukul 13.00 WITA. Ia menjelaskan bahwa orbit Kosmos 482 terus menurun akibat hambatan atmosfer. Berdasarkan pemantauan jaringan radar sampah antariksa, satelit ini diperkirakan jatuh ke Bumi dalam rentang 7–13 Mei 2025.
“Indonesia termasuk wilayah yang berpotensi terdampak, tetapi kemungkinan besar serpihan jatuh di lautan atau hutan. Masyarakat tidak perlu panik, namun tetap waspada. Probabilitas serpihan mengenai pemukiman sangat kecil karena luasnya area Bumi yang dilintasi,” tambahnya.
Cara Memantau Pergerakan Kosmos 482
Masyarakat dapat memantau pergerakan satelit Kosmos 482 secara mandiri melalui situs N2YO.com. Cukup ketikkan ‘Kosmos 482’ atau ‘Cosmos 482’ di kolom pencarian untuk melihat posisi terkini secara real-time.
“Pemantauan real-time ini menunjukkan posisi satelit setiap saat karena satelit mengorbit Bumi sekitar 1,5 jam sekali,” ujar Thomas.
Situs pelacakan tersebut menampilkan posisi terbaru satelit secara detail, termasuk koordinat longitude dan latitude, waktu universal (UTC) dan waktu setempat, kecepatan, hingga tingkat elevasi.
Sejarah Jatuhnya Sampah Antariksa di Indonesia
Hingga kini, tercatat enam insiden jatuhnya sampah antariksa di Indonesia. Dua di antaranya berasal dari Uni Soviet:
1981 di Gorontalo: tabung bahan bakar roket Soviet
1988 di Lampung: tabung bahan bakar roket Soviet
2003 di Bengkulu: pecahan tabung roket China
2016 di Sumenep, Jawa Timur: tabung bahan bakar Amerika Serikat
2017 di Agam, Sumatra Barat: dua keping tabung roket China
2022 di Sanggau, Kalimantan Barat: pecahan roket China
Thomas menjelaskan bahwa hingga kini belum ada teknologi yang mampu mencegah jatuhnya sampah antariksa atau menentukan secara pasti titik jatuhnya.
“Hanya bisa dipantau untuk mengidentifikasi kepemilikan jika sudah jatuh. Mengantisipasi titik jatuh secara presisi masih belum memungkinkan,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus pada 2003, ketika tabung bahan bakar roket China jatuh di Bengkulu, yang sebelumnya diprediksi akan jatuh di Jazirah Arab. Begitu juga pada 2016, saat tabung bahan bakar milik AS yang jatuh di Sumenep sempat diperkirakan jatuh di Samudra Hindia.
“Selama ini belum ada laporan korban jiwa atau kerusakan signifikan akibat sampah antariksa yang jatuh di Indonesia,” pungkas Thomas.DMS/DC