Jakarta – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto akan mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada hari ini.
Hasto dijadwalkan hadir di KPK pada hari Jumat (16/8). Akan tetapi, dia memilih untuk datang lebih awal karena agenda lain yang sudah terjadwal.
“Saya besok menerima panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi, karena besok ada diskusi yang sangat penting, yang sudah direncanakan 2 minggu yang lalu, saya mengusulkan kepada KPK untuk datang pada hari ini,” kata Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis.
Sebagai warga negara yang baik, kata dia, memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum.
Oleh karena itu, ketika pria asal Yogyakarta itu dipanggil sebagai saksi oleh KPK, dia akan memenuhi panggilan tersebut.
Sekjen PDI Perjuangan ini akan memberikan keterangan kepada KPK terkait dengan tindak lanjut operasi tangkap tangan (OTT) di Jawa Tengah.
Selain itu, dia juga mengomentari pemeriksaan KPK terhadap Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Yoseph Adhi Dharma beberapa pekan lalu.
“Nah, berdasarkan informasi yang diberikan oleh Bapak Adhi Darma yang saat itu menjadi Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Presiden Tim Kampanye Jokowi-Kiai Haji Maruf Amin, saat itu kami memang membuat suatu rumah aspirasi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, “Salah satu yang bergotong royong untuk rumah aspirasi itu di belakang hari ternyata menjadi tersangka.”
Kendati demikian, dia enggan menjelaskan lebih lanjut terkait ihwal itu. Namun, dia berjanji akan memberikan keterangan lengkap saat berada di KPK nanti.
Hasto mengaku tidak membawa dokumen apa pun saat mendatangi KPK.
“Ya saya enggak menyiapkan dokumen apa-apa. Dokumen keyakinan pada kebenaran dalam hukum. Itu yang saya bawa,” pungkas Hasto.
Sebagai informasi, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan dan perawatan jalur kereta api di DJKA, Kementerian Perhubungan.
Kasus itu terus berkembang karena korupsi diduga terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa bagian tengah, bagian barat, dan bagian timur; Sumatera; dan Sulawesi.
Kasus di DJKA diawali dengan perkara PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menyuap pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Perkara itu lantas terus berkembang hingga proyek-proyek pembangunan di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi.
Suap yang diberikan bervariasi yang mengacu pada persentase dari nilai proyek yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.DMS/AC