Kabupaten Badung, Bali – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mempertimbangkan kebijakan fleksibilitas kontrak bagi hasil guna meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi hulu migas.
Fleksibilitas ini memungkinkan operator untuk memilih antara skema cost recovery atau gross split, yang dianggap lebih adil bagi negara dan kontraktor.
“Berkaitan dengan insentif, kami sedang mempertimbangkan fleksibilitas dalam skema gross split atau cost recovery yang akan menjadi dasar kerja sama dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk pengembangan lapangan yang akan dilelang di masa depan,” kata Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara, dalam sebuah sesi panel dengan tema “Indonesia’s Emerging Opportunities: A Call for E&P Companies.”
Panel tersebut merupakan bagian dari International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023 yang diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Bali, pada Rabu (20/9).
Benny berharap aturan ini dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2023 untuk mempercepat pengembangan potensi blok migas di Indonesia. Hal ini penting karena ada dua subsektor yang berdampak pada industri hulu migas, yaitu eksplorasi dan penggunaan lahan yang akan dieksploitasi.
Untuk eksplorasi, pemerintah telah menyediakan data open area kepada investor potensial. Selain itu, SKK Migas telah membentuk satgas khusus untuk mendukung kegiatan eksplorasi migas di Indonesia.
Mengenai bentuk insentif yang dipertimbangkan, SKK Migas sedang meninjau sistem perpajakan dan royalti yang berlaku di negara lain, seperti di kawasan Amerika. Sistem ini dianggap dapat digunakan di Indonesia dengan modifikasi sesuai dengan iklim investasi dalam negeri.
SKK Migas telah melakukan simulasi yang menunjukkan bahwa beberapa blok yang menggunakan skema gross split mungkin tidak akan ekonomis di masa depan. Saat ini, SKK Migas sedang bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi bagaimana proyek-proyek tersebut dapat menarik minat investor.
“Sistem ini akan dimodifikasi sedikit agar lebih menarik. Kami akan segera mengumumkannya,” ujar Benny.
Dalam sesi panel tersebut, Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad, menyatakan bahwa modifikasi insentif sangat penting dalam industri hulu migas karena masih banyak investor asing yang tertarik.
Saat ini, terdapat 128 cekungan migas di Indonesia, 68 di antaranya belum dieksplorasi dan memiliki potensi besar. Namun, untuk menggarap potensi ini, diperlukan investasi besar. Pemerintah menargetkan investasi hulu migas mencapai 14,9 miliar dolar AS pada tahun 2023.
“Masih banyak investor internasional yang tertarik. Hal ini terkait dengan banyaknya cekungan yang belum dikembangkan. Selain itu, investasi migas juga didukung oleh regulasi yang mendukung,” kata Noor Arifin.
Dia juga mencatat bahwa industri hulu migas saat ini menghadapi isu-isu keberlanjutan lingkungan dan emisi karbon. Pemerintah berkomitmen untuk mendukung penerapan teknologi seperti carbon capture storage (CCS)/carbon capture utilization and storage (CCUS) guna mengurangi emisi dalam kegiatan hulu migas.
“Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang mengatur kegiatan CCS dalam wilayah operasional migas. Kami juga sedang menyelesaikan peraturan presiden terbaru tentang CCS/CCUS, yang diharapkan akan diresmikan bulan depan. Regulasi ini akan mendukung kegiatan CCS di luar wilayah migas dan juga CCS hub,” ungkapnya. DMS