Jakarta (DMS) – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025, menyusul keputusan kepailitan yang telah diputuskan Pengadilan Niaga Semarang pada 25 Januari lalu.
Akibat penutupan ini, sebanyak 10.665 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dengan gelombang PHK terakhir terjadi pada 28 Februari.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Sukoharjo, Sumarno, menjelaskan bahwa seluruh karyawan Sritex, baik di pusat produksi utama maupun anak perusahaan, terkena dampak dari kebangkrutan perusahaan tekstil besar ini.
Sritex kini beralih ke tangan kurator setelah proses kepailitan, yang mencatatkan utang perusahaan mencapai Rp29,8 triliun.
Fakta-Fakta Terkait Penutupan dan PHK Sritex:
Total PHK 10.665 Karyawan
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), total PHK mencapai 10.665 orang, dengan rincian 8.504 karyawan dari PT Sritex Sukoharjo, serta sejumlah karyawan dari anak perusahaan seperti PT Bitratex Semarang dan PT Primayuda Boyolali.
Sritex Resmi Menjadi Milik Kurator
Per 1 Maret 2025, Sritex secara resmi menjadi milik kurator yang ditunjuk, dan tidak lagi berada di bawah kendali manajemen perusahaan.
Sumarno menyatakan bahwa sejak tanggal tersebut, tanggung jawab perusahaan atas masalah ketenagakerjaan dan pesangon kini berpindah ke kurator.
Pemkab Siapkan Ribuan Lowongan Kerja
Untuk membantu para korban PHK, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menyediakan 8.000 lowongan kerja dari perusahaan lain di daerah.
Kementerian Ketenagakerjaan juga berkomitmen memastikan hak-hak buruh Sritex, seperti pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), terpenuhi.
Sritex Berduka, Direksi Komitmen Terhadap Karyawan
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan rasa duka atas penutupan perusahaan yang telah beroperasi sejak 1966 ini.
Meskipun demikian, ia berjanji akan terus bekerja sama dengan pihak kurator untuk memastikan hak-hak para karyawan tetap dipenuhi.
Kementerian Ketenagakerjaan melalui Wakil Menteri Immanuel Ebenezer juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau dan menjamin hak-hak para pekerja yang terkena dampak PHK, memastikan proses transisi ini berjalan dengan baik dan tanpa hambatan.
Sritex, yang sebelumnya telah berjuang menghadapi krisis keuangan, akhirnya harus menutup operasionalnya setelah gagal dalam upaya kasasi di Mahkamah Agung. Penutupan ini menjadi babak akhir dari perjalanan panjang perusahaan tekstil tersebut.DMS/CC