Jakrata (DMS) – Pemerintah berencana mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke bantuan langsung tunai (BLT). Kendati diklaim akan lebih tepat sasaran, perubahan skema subsidi BBM ini dinilai memiliki risiko tersendiri.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) sekaligus pengamat ekonomi digital Nailul Huda mengatakan, perubahan bentuk subsidi BBM ke BLT akan mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi. Inflasi ini, jelas dia, bukan didorong dari sisi permintaan, melainkan dari sisi penawaran yang pada akhirnya membuat permintaan masyarakat melemah.
Nailul mencontohkan kasus pada tahun 2022 lalu, ketika pemerintah mengurangi subsidi ke Pertalite. Akibatnya adalah terjadi kenaikan harga Pertalite hingga hampir 50% dan beberapa bulan setelahnya inflasi meningkat menjadi hampir 6%.
“Kemudian ditambah lagi kenaikan harga barang pokok dan tarif PPN yang menyebabkan daya beli melemah di tahun 2023-2024. Pendapatan hanya naik 1,5%. Akibatnya sekarang masyarakat cenderung menahan pembelian, daya beli cenderung melemah. Deflasi dari sisi permintaan terjadi,” jelas Huda saat dihubungi, Sabtu (5/10/2024).
Lebih jauh, Huda menyebutkan dampak peralihan subsidi BBM ke BLT mungkin bisa diminimalisir bagi masyarakat miskin karena mereka akan mendapat uang pengganti dari pemerintah. Namun hal ini tidak berlaku bagi masyarakat kelas menengah yang tidak menerima bantuan.
“Mereka (kelas menengah) menjadi miskin. Pemberian bansos pun masih ada exclusion error dimana orang seharusnya dapat BLT, menjadi tidak dapat. Hidup mereka dari miskin menjadi miskin ekstrem. Dampaknya sangat luar biasa negatif jika tidak dilakukan dengan tepat,” cetusnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Burhanuddin Abdullah menilai subsidi energi dalam bentuk BLT kepada masyarakat yang berhak penyalurannya akan lebih tepat sasaran.
Menurut Burhanuddin, subsidi energi sebesar Rp540 triliun yang dialokasikan pada tahun 2023 belum tepat sasaran. Burhanuddin juga mengklaim dengan pemberian subsidi melalui BLT, negara akan menghemat anggaran hingga Rp200 triliun.
“Dengan cara itu, ternyata hitung-hitungan kita subsidi menjadi akan berkurang Rp150 sampai Rp200 triliun dan itu akan bisa digunakan untuk hal yang sifatnya lebih produktif,” tandasnya.DMS/SC