Jakarta – Performa bisnis Tesla mengalami tekanan besar setelah CEO-nya, Elon Musk, terlibat dalam pemerintahan Donald Trump. Sikap politik Musk memicu gelombang protes dan aksi vandalisme terhadap produk Tesla, yang berdampak negatif pada perusahaan.
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menunjuk Elon Musk sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan atau Department of Government Efficiency (DOGE).
Seiring waktu, penjualan Tesla mengalami penurunan signifikan di pasar utama seperti Eropa, China, dan Australia.
Di China, yang merupakan pasar strategis bagi Tesla, penjualan mengalami penurunan drastis. Data awal dari Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok menunjukkan bahwa Tesla hanya menjual 30.688 unit kendaraan pada Februari 2025, turun 49,16% dari 60.365 unit yang terjual pada Februari 2024.
Selain itu, harga saham Tesla juga mengalami penurunan. Laporan menyebutkan bahwa nilai saham Tesla turun lebih dari 20% dalam sebulan terakhir. Saham Tesla terus melemah selama tujuh minggu berturut-turut sejak Musk bergabung dengan pemerintahan Trump.
Pada akhir pekan lalu, saham Tesla ditutup di angka USD 270,48, jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya di USD 480 pada 17 Desember 2024. Sebagai perbandingan, saham Tesla sempat menyentuh titik terendah USD 251,44 saat pemilihan presiden AS pada 5 November 2024.
Beberapa faktor turut berkontribusi pada penurunan kinerja Tesla, salah satunya adalah kontroversi politik yang melibatkan Elon Musk.
Protes besar, perusakan fasilitas pengisian daya, hingga aksi vandalisme terhadap merek Tesla menambah tekanan terhadap bisnis perusahaan.
Dalam wawancara dengan Fox Business, Musk mengungkapkan tantangan yang dihadapinya. Ia tampak emosional saat ditanya tentang cara mengelola bisnisnya di tengah tugasnya di pemerintahan.
“Ini adalah perjuangan yang berat,” ujar Musk.
“Saya hanya berusaha menjadikan pemerintahan lebih efisien, mengurangi pemborosan dan penipuan, dan sejauh ini kami telah mencapai beberapa kemajuan,” tambahnya.DMS/DC