Berita Ambon – Warga RT 02/06 Gudang Arang ,Kelurahan Benteng, Kecamatan Nusaniwe, Rabu (03/11) pagi melakukan penghadangan dan menggagalkan rencana pengukuran lahan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon, Rabu (03/11) pagi.
Permintaan pengukuran diduga atas permintaan sekelompok orang mengatasnamakan “Perkumpulan Suka Duka” yang ada kompleks itu.
Warga melakukan penghadangan karena mempertahankan aset milik Gereja Protestan Maluku (GPM) berupa Balai Kerohanian (BK) Bahtera yang berdiri diatas lahan tersebut.
Sebelum petugas BPN tiba di lokasi, pemasangan patok sudah terlebih dahulu dilakukan sekelompok orang yang diduga adalah orang suruhan yang mengatasnamakan Perkumpulan Suka Duka.
Melihat ada pemasangan patok, warga lalu ramai-ramai melakukan protes dan mencabut patok batas yang telah di tanam itu.
Kemarahan warga, karena pemasangan patok untuk proses pengukuran oleh BPN, dilakukan tanpa seijin Majelis Jemaat maupun pemilik yang sah. Menurut warga pembangunan BK Bahtera mendapat izin dari keluarga Latupeirissa dan keluarga Tuahatu. Objek lahan yang ditunjuk adalah keliru.
Dari data lapangan yang didapat oleh DMS Media Group, pemasangan patok batas oleh orang suruhan ini diduga terkait surat BPN Kota Ambon nomor IP.02.02/2077-81.71.200/XI/2021 tanggal 1 November 2021 tentang pengukuran batas bidang tanah. Surat tersebut ditanda tangani oleh Joseph Lebeary selaku kepala seksi pengukuran tanah BPN Kota Ambon. Pengukuran tanah ini dilakukan BPN Kota Ambon lantaran adanya permohonan dari perkumpulan suka duka lewat kuasanya, Rostiaty Nahamarury.
Anehnya dalam surat BPN Kota Ambon tersebut, tembusannya disampaikan kepada masing masing Lurah Benteng, Ketua RT setempat, keluarga H. Tuhumury, keluarga J. Metubun, keluarga Latupeirissa, dan keluarga R. Souisa.
Lebih membingungkan lagi ke-empat nama keluarga yang disebutkan dalam surat BPN itu hanya satu keluarga yakni keluarga Latupeirissa yang berbatas dengan objek (BK-Bahtera), sementara tiga keluarga lainya tidak ada di dekat objek yang hendak diukur oleh BPN berdasarkan permohonan Rostiaty Nahumarury.
Dari pantauan di lokasi kejadian, BPN Kota Ambon dan pihak pemohon mendatangi lokasi sekitar pukul 11.00 wit, warga menolak pengukuran tersebut lantaran pihak pemohon tidak dapat menunjukan batas tanah yang diklaim milik mereka.
Bahkan warga menilai surat BPN Kota Ambon untuk pengukuran lahan tersebut salah objek. Lantaran tidak mencantumkan nama-nama orang yang berbatasan dengan objek tersebut.
Lebih parah lagi, Rosdianti Nahumarury selaku pemohon menunjukan surat keterangan Lurah Benteng nomor 181.1/10/Kel. Benteng tanggal 6 Agustus 2021 yang ditanda tangani oleh R. M. Fenanlampir selaku Lurah Benteng.
Dalam surat tersebut dijelaskan objek tanah yang katanya milik pemohon berbatasan sebelah Utara dengan keluarga H. Tuhumury, sebelah selatan dengan tanah negara, sebelah timur dengan keluarga Latupeirissa dan sebelah barat dengan jalan raya.
Konsideran kedua surat ini saling bersalahan satu dengan yang lainnya pada point batas tanah.
Pihak pemohon bahkan tidak memiliki data batas tanah, malah meminta sertifikat hak milik dari warga Tuahatu maupun Latupeissa yang berbatasan dengan objek tersebut.
Permintaan pemohon itu ditolak mentah-mentah oleh warga sehingga terjadi adu mulut. Warga mengatakan selaku pemohon mestinya memiliki dokumen kepemilikan tanah sebelum mengajukan permohonan pengukuran tanah ke BPN Kota Ambon.
Sejumlah personil Polsek Nusaniwe yang tiba dilokasi bersama Babinkamtibmas melakukan pengamanan dan menengangkan warga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Melihat adanya kejanggalan dokumen dengan objek, pihak BPN Kota Ambon lantas menarik diri dan membatalkan pengukuran bidang batas tanah itu. DMS