Berita Malteng, Morela – Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, mendukung kegiatan Pukul Sapu sebagai sebuah kearifan lokal yang terus dipertahankan.
Kegiatan ini mendapat apresiasi karena di samping sebagai momentum kemeriahan hari keagamaan serta pelestarian nilai-nilai sejarah, Pukul Sapu yang diselenggarakan setiap tanggal 7 Syawal, menjadi media untuk memperkenalkan beragam potensi adat dan budaya di bumi Raja – Raja Maluku.
Hal ini disampaikan Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua dalam sambutan disampaikan Wakil Bupati Marlatau Leleury pada acara Pukul Sapu di Negeri Morela, Kecamatan, Leihitu, Senin (09/05).
Dikatakan sebagai bangsa yang mencintai budaya dan adat istiadat,perayaan adat pukul sapu tidak dijadikan sebagai seremonial tahunan, tetapi warisan leluhur nenek moyang Maluku itu menjadi perayaan yang penuh makna, untuk menambah dan memperkaya khasanah budaya bangsa.
Hal ini penting untuk, karena setiap peristiwa adat dan budaya, selalu memiliki nilai historis sejarah yang sangat penting, diantaranya nilai kepahlawanan, pengorbanan, toleransi, kegotongroyogan.
Melalui momentum tersebut, leleury menghimbau seluruh masyarakat untuk senantiasa membangkitkan semangat ke–Indonesia–an dengan sebaik-baiknya, mengokohkan persatuan dan kesatuan, serta mempererat jalinan tali silaturahim, baik di antara sesama masyarakat negeri maupun dengan negeri-negeri lainnya.
Diketahui Ratusan warga dari berbagai daerah di Pulau Ambon, Senin sore membanjiri Negeri Morella, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Mereka rela datang untuk menyaksikan atraksi budaya Pukul Sapu Lidi atau acara Pukul Manyapu, yang setiap tahunya pada 7 Syawal atau hari ke-7 Lebaran Idul Fitri.
Tradisi tersebut dalam bahasa setempat disebut ‘Palasa’ atau ‘Baku Pukul Manyapu’ yang artinya saling memukul dengan sapu lidi, sudah dilaksanakan turun temurun sejak tahun 1646, yang dilaksanakan setiap tujuh hari setelah Lebaran.
Tradisi palasa, menunjukkan ekspresi semangat para leluhur di benteng Kapahaha atau benteng pertahanan, sebagai pernyataan diri atas semangat leluhur.
Selain Pukul Sapu, karnaval budaya juga turut dimeriahkan dengan pentas seni seperti, perahu yala, hadrat, tari reti, cakalele, tari manuhuai, bambu gila, tari lisa, tari saliwangi, toki gaba-gaba, karnaval obor kapahaha dan diakhiri dengan pukul sapu itu sendiri.
Pada pelaksanaannya, para peserta yang merupakan pemuda Morella dibagi dalam dua kelompok atau regu. Tiap regunya berjumlah minimal 10 orang dengan memakai celana pendek, bertelanjang dada, serta memakai pengikat kepala merah atau biasa disebut dengan “kain berang”.
Sebelum para pemuda ini masuk arena pukul sapu, mereka menjalani ritual adat di baileo (rumah adat) oleh tua-tua adat.
Pukulan Penghormatan dilakukan oleh Raja dan Saniri Negeri Morella. Kedua regu tersebut saling berhadapan. Setiap orang memegang batang lidi ‘enau’ yang berukuran besar.
Kemudian mereka saling memukul tubuh lawannya hingga luka dan berdarah secara bergantian. Dimulai dari regu sebelah timur kemudian sebaliknya regu sebelah barat melakukan pemukulan secara.
Menariknya, meskipun tubuh para pemuda itu sudah terluka, tidak ada yang marah apalagi dendam. Sebab luka dan darah itu merupakan simbol perjuangan melawan penjajah.DMS