[ad_1]
- Penulis, Trisha Husada
- Peranan, Wartawan BBC News Indonesia
Kenaikan harga beras membuat sejumlah warga terpaksa mengurangi pembelian beras dari bulanan menjadi harian.
Seorang ibu di Jakarta mengaku hanya mampu membeli satu liter beras per hari, alih-alih membeli satu karung per bulan.
Pengamat mengatakan kenaikan harga ini merupakan dampak dari strategi pemerintah yang menyerahkan harga beras ke pasar. Lantas, apa langkah pemerintah?
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 18 Januari 2023 menyebutkan harga beras medium sudah tembus Rp12.800 per kilogram. Selain itu, harga beras kualitas super I mencapai Rp 14.150 per kilogram. Kemudian beras kualitas bawah I sebesar Rp 11.650 per kilogram.
Pada November 2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras mencapai Rp11.877 per kilogram.
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Kadarmanto.
Menurutnya, harga beras mengalami kenaikan selama dua bulan terakhir.
“Berdasarkan pengamatan kami, memang sejak Desember masih terjadi kenaikan harga dan ini kelihatannya masih akan berlanjut sampai Januari,” ujar Kadarmanto kepada BBC News Indonesia, Rabu (18/01).
Perum Bulog mengaku sudah menggelontorkan 100.000 ton beras lewat Operasi Pasar yang sudah berjalan sejak tanggal 17 Januari 2022 untuk mengendalikan kenaikan harga tersebut.
Akan tetapi pengamat menilai, kenaikan beras seharusnya bisa dicegah dengan pemerintah menyesuaikan harga pembelian pemerintah (HPP) yang dapat dijadikan acuan sehingga pedagang tidak menaikan harga beras di luar batas wajar.
Warga: ‘Saya sudah ngirit, ngurangi porsi beli beras’
Eli yang tinggal di gang seberang Pasar Gandaria, Jakarta Pusat, mengaku sudah tak mampu lagi membeli sekarung beras seberat 25 kg.
Bahkan, ia terpaksa membeli beras sebanyak satu liter per hari untuk mencoba menyiasati tingginya harga bahan pokok yang sudah menjadi makanan sehari-hari keluarganya.
“Saya dari bulan kemarin jadinya ngirit dan ngurangin porsi. Kerja kan gini-gini juga,” ungkap Eli.
“Kita keberatan banget, semuanya serba naik.”
Perempuan berusia 50 tahun itu mengatakan bahwa untuk membeli seliter beras kualitas medium, ia pun harus merogoh dalam-dalam koceknya.
Sebab, harga beras yang biasa ia beli sudah melonjak harganya, dari Rp11.000 per liter menjadi Rp13.000.
“Jadi sekarang belinya per liter aja. Yang lima kilo, saya bisa seminggu. Jadi ngirit-ngirit, ngurangin porsi.”
Dianti, seorang ibu rumah tangga, juga mengurangi porsi nasinya demi mengurangi konsumsi beras di tengah kenaikan harga.
“Kita ngirit-ngirit, aturan biasa masak seliter ya sekarang masaknya setengah liter,” keluh Dianti.
Harga sekarung beras, kata Dianti, sudah naik Rp10.000 dari harga normal.
Sebelumnya ia masih bisa membeli satu karung seberat 25 kilogram dengan harga Rp265.000, namun kini harganya naik menjadi Rp276.000.
Oleh karena itu, Dianti bertekad menghemat anggaran belanjanya, supaya ia dapat membeli bahan-bahan pokok lain seperti minyak, tahu, dan bawang yang kini harganya mulai naik juga.
“Ya mudah-mudahan turun semua [harganya], biar semuanya nyaman dan enak gitu,” katanya.
Fenomena warga membeli beras dalam porsi yang semakin sedikit juga diamati oleh Aah dan Ranta, suami-istri pedagang toko sembako.
Aah mengatakan bahwa langganan mereka, yang biasa membeli sekarung, kini hanya mampu membeli seliter beras setiap kali berkunjung.
“Iya, biasa yang sekarung sekarang paling berapa liter gitu,“ ungkap Aah.
Ibu dua anak ini mengatakan hal tersebut wajar saja terjadi karena harga beras pun sudah melambung sejak November hingga sekarang.
“Tiga bulan, ini nih, yang biasa Rp9.000 sekarang Rp10.000. Pandan wangi biasa sekarang Rp14.000.“
Selain itu, ia juga terpaksa menaikkan harga beras jenis pera dari Rp11.000 menjadi Rp13.000 per liter. Karena, harga untuk satu karung 50 kg beras sudah naik dari Rp600.000 menjadi Rp670.000.
Menurut suami Aah, Ranta (51), jenis beras yang mengalami kenaikan harga terbesar adalah jenis pera dan jenis pandan wangi.
Harga untuk sekarung beras berisi 50 kg untuk masing-masing jenis sudah naik mulai Rp100.000 hingga Rp140.000.
Oleh karena itu, ia mengurangi jumlah stok karung beras semenjak harga beras meningkat. Hal ini juga dilakukan imbas warga mulai mengurangi porsi pembelian beras.
“Kalau orang yang dulu beli banyak sekarang biasa dikurang-kurangin. [Mereka] kurangin porsi,” kata Ranta.
Petani belum diuntungkan dengan harga sekarang
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengatakan petani sama sekali tidak meraup untung lebih dari kenaikan harga beras yang sedang melanda masyarakat.
“Dalam konteks harga sekarang ini, petani belum diuntungkan karena ketika padi-padi dibeli di petani masih rendah, panen besar dan menengah kemarin bahkan ada yang di bawah Rp4.200, di bawah harga pembelian pemerintah,“ ungkap Henry kepada BBC News Indonesia.
Henry menjelaskan bahwa produksi gabah, yakni bahan pangan pokok yang berasal dari padi dan kulitnya digiling menjadi beras, memang sedang rendah pada periode akhir tahun. Hal ini membuat cadangan beras di pemerintah menipis.
“Cadangan pangan pemerintah yang ada di Bulog sangat sedikit, di mana dia ditargetkan 1,2 juta ton dia nggak sampai 1,2 juta ton,“ kata Henry.
Menurut dia, Bulog seharusnya memanfaatkan panen raya pada Maret tahun lalu sampai Juni untuk mengisi gudang mereka. Ia percaya hal tersebut dapat mencegah terjadi stok beras menipis seperti sekarang.
“Panen besar di tahun lalu tidak dimanfaatkan oleh Bulog untuk cadangan pemerintah kemudian beras dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, mereka yang menentukan kenaikan harga.
“Dan ada kemungkinan diprediksi harga produksi beras juga berkurang maka ya harga beras tetap jadi mahal. Meskipun katanya Bulog sudah mengimpor beras,” ungkap Henry.
Mengapa harga beras selalu naik di akhir tahun?
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kadarmanto, mengatakan harga beras yang mahal di akhir tahun merupakan pola yang selalu terjadi.
Sebab, para petani sedang menanam padi yang akan dipanen pada musim panen raya.
“Nanti harga akan turun saat panen raya, nanti akan turun lagi [harga beras] sampai pertengahan, dan turun lagi musim gaduh, panen gaduh turun. Mulai September ke atas pasti naik tiap tahun,“ ungkap Kadarmanto.
Berdasarkan data BPS terbaru, rata-rata harga beras di penggilingan pada Desember 2022 untuk kualitas premium, medium, dan luar kualitas masing-masing naik sebesar 4,21%, 2,46% dan 2,77%.
Selain itu, laporan BPS menunjukkan sejak Juli 2022 komoditas beras terus mengalami inflasi dengan tekanan yang semakin melemah.
Kadarmanto memperkirakan bahwa harga beras baru akan turun musim panen raya Februari dan Maret nanti, ketika produksi beras sedang tinggi-tingginya.
“Panen raya ini kita prediksi jatuh di bulan Maret paling banyak panen nanti. Januari masih defisit jadi yang produksi masih defisit karena sawah-sawahnya sedang ditanamkan panen jadi nanti akan dipanen Februari atau Maret,“ katanya.
Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dr Muhammad Firdaus, selain siklus panen akhir tahun yang membuat produksi beras sedikit, faktor penyebab naiknya harga beras di pasar adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Kalau BBM naik itu efeknya multiplier. Pasti semua naik. Harga-harga impor lain naik, upah naik kemudian biaya transportasi naik jadi kalau beras itu naik wajar sebetulnya,” tutur Firdaus.
Meski harga BBM sudah lama naik, yakni sekitar Agustus dan September lalu, dampaknya baru muncul dengan kenaikan ongkos transportasi beras dari pegilingan hingga sampai ke pedagang beras.
“Yang jelas sih saya lihatnya bukan dari signifikan penurunan produksi, karena kalau dari sisi produksi padi sejauh ini masih sama dengan waktu-waktu sebelumnya.”
Firdaus mengatakan kenaikan biaya operasional ditambah kurangnya cadangan beras pemerintah inilah yang membuat harga beras semakin mahal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Dampak dari ketersediaan itu memang rutin ya, tiap akhir tahun pasti cadangan beras tipis. Kedua, yang harus ditekankan itu dampak BBM itu pasti juga akan berlaku pada beras, bukan cuma komoditi non-pertanian,” kata Firdaus.
Apa langkah pemerintah untuk mengendalikan harga beras?
Kepala Bagian Humas dan Kelembagaan Perum Bulog, Tomi Wijaya, mengatakan Bulog tengah mensiasati kenaikan harga beras di pasar dengan melakukan operasi pasar mulai 17 Januari 2022.
“Untuk meredam kenaikan harga beras di pasaran, Bulog menggelontorkan secara masif beras operasi pasar, realisasi per tanggal 17 sudah sebanyak 100.000 ton,“ kata Tomi.
Ia menuturkan saat ini kondisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) saat ini sudah mencapai 683.000 ton dari 1,2 juta ton yang menjadi target cadangan beras yang harus dipenuhi Bulog sebelum akhir tahun.
Selain digunakan untuk mengantisipasi masalah keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan, CBP juga digunakan untuk mengantisipasi masalah kekurangan pangan dan gejolak harga.
Menurut Tomi, Bulog berencana akan memaksimalkan musim panen raya yang akan datang untuk mencegah stok menipis di kemudian hari.
“Tentunya Bulog akan maksimalkan penyerapan saat panen raya nanti, harapannya semua kebutuhan CBP tahun ini bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.“
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton beras untuk memenuhi cadangan beras guna mengintervensi harga beras yang sedang naik
Namun, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dr Muhammad Firdaus, menilai upaya tersebut belum cukup untuk menstabilkan harga beras di pasar.
Menurut dia, seharusnya peerintah tidak meneyerahkan harga ke pasar.
“Yang kita khawatirkan adalah harga itu kaku untuk turun, mudah untuk naik. Itu namanya asimetris, asimetris harga itu bisa terjadi misalnya harga itu seperti sekarang ya udah pedagang kaku,
“Makanya lebih baik ada regulasi yang menyebabkan semua orang punya referensi tapi regulasi itu sifatnya tadi mengakomodir fenomena yang ada itu,” ujar Firdaus.
Meski pemerintah sudah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) agar Bulog tetap bisa menyerap beras dari petani, HPP tidak bisa dijadikan acuan oleh pedagang.
Sebab, posisi pedagang memiliki posisi tawar lebih besar dalam menentukan harga pasar dibandingkan petani.
“Itu gunanya regulasi untuk mengatur supaya orang itu ada benchamrking atau ada referensi. nah memang maksudnya HPP menjadi referensi produsen atau pedagang.
“Sehingga nanti dalam menetapkan harga itu tidak sembarangan,” kata Firdaus.
[ad_2]
Source link