Berita Maluku – Provinsi Maluku memiliki laut luas, yang di dalamnya terkandung potensi perikanan besar. Meski memiliki sumber protein hewani berlimpah, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk menekan tingginya angka stunting.
Jumlah pengidap stunting di provinsi ini masih berada di urutan 13 dari seluruh provinsi di Indonesia. Prevalensi stunting ini pun masih di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 persen.
Memang kasus stunting di provinsi ini tahun lalu turun, namun masih di atas batasan WHO. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes RI menyebutkan prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022, turun 2,6 poin dibanding 2021 sebesar 28,7 persen.
Upaya menekan angka stunting yang gencar dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku kini dihadapkan lagi dengan persoalan baru.
“Persoalan ini muncul setelah BKKBN Provinsi Maluku merilis data balita yang berisiko terpapar stunting mencapai 97.563 orang,” kata Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson Atapary.
Jumlah tersebut cukup besar dan membawa berbagai dampak negatif pada masa mendatang, baik terhadap pertumbuhan anak sendiri maupun perekonomian bangsa ini. Oleh karena itu harus ditanggulangi sejak dini.
Salah satu upaya penanggulangannya adalah menggencarkan program gemar makan ikan, selain penanganan secara terpadu dari instansi terkait.
DPRD minta OPD terkait menjalankan program penurunan stunting dengan mencari solusi yang lebih komprehensif, antara lain, dengan meningkatkan asupan ikan segar sebagai sumber protein.
Protein hewani merupakan sumber gizi vital bagi tumbuh kembang balita dan anak.
Dinas Kesehatan Maluku menyatakan sebenarnya pemetaan akar masalah sudah jelas, tetapi masi ada kelemahan karena intervensinya belum terstruktur dan terorganisasi dengan baik.
Oleh karena itu, setiap OPD diminta berkoordinasi, jangan jalan sendiri-sendiri. Disebutkan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku, misalnya, punya program penanganan secara langsung namun hanya mendapat anggaran Rp175 juta.
Sekretaris Dinas PMD Maluku Husni Mutte dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPRD setempat menjelaskan pada 2023 telah menyalurkan paket alat timbang bayi di enam kabupaten/kota dan alat uji sehat bayi yang baru lahir.
Sementara, Dinas Sosial Maluku, misalnya, menggunakan data BPS untuk menetapkan kategori penduduk miskin yang menerima bantuan beras pangan nasional selama 3 bulan, termasuk memberikan bantuan bagi kelompok usaha bersama (KUBE) yang anak-anaknya terpapar stunting.
Akan tetapi ada program yang anggarannya dialokasikan sebesar Rp4 miliar diberikan kepada pengurus PKK provinsi dengan label kegiatan penurunan stunting.
Namun, kalau dijelaskan jauh dari apa yang menjadi kegiatan-kegiatan yang berurusan langsung dengan penurunan angka stunting.
Karena sudah dianggarkan maka Samson minta Dinas PMD yang berkaitan dengan jambore PKK tingkat provinsi memfokuskan kegiatan kepada para isteri kepala desa yang dikoordinasikan dengan BKKBN untuk desa-desa yang titik lokasi stunting dan risiko tinggi. Oleh karena itu, perlu didata para isteri kades yang juga ketua posyandu.
Mereka harus diberikan pemahaman dan aspek penanganan stunting secara tepat untuk kembali ke desa dan bersama posyandu melakukan penanganan.
Bila mereka sudah dilatih maka pemda dapat memberikan gelar duta parenting tingkat desa juga kepada mereka.
Sesuai regulasi, wakil gubernur adalah ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) tingkat provinsi dan wakil ketuanya ada sekda, Kepala Bappeda, serta PKK.
Akan tetapi anggaran penanganan stunting itu lebih banyak diarahkan kepada PKK sehingga ketua TPPS dan para wakilnya tidak bisa bergerak lebih jauh.
Pada 2022, target penurunan stunting di Maluku sebesar 23 persen dari 28 persen penderita stunting di Maluku, namun baru terealisasi 26,2 persen.
Namun, tiba-tiba muncul lagi data balita berisiko stunting yang mencapai 97.563 anak.
Oleh karena itu, DPRD Maluku minta mengefektifkan kembali TPPS provinsi. Gubernur juga harus melakukan koordinasi dengan para bupati dan wali kota, agar memberikan berbagai program bantuan sembako pada kelompok-kelompok yang memiliki anak-anak rawan stunting.
Secara nasional, Kementerian Kesehatan RI pada 25 Januari 2023, mengumumkan adanya penurunan prevalensi stunting Indonesia pada angka 21,6 persen setelah sebelumnya sebesar 24 persen pada 2021.
Kondisi ini juga tidak lepas dari kontribusi penurunan angka stunting di Maluku secara bertahap lewat berbagai program pemerintah daerah.
Plh. Kadis Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh mengatakan yang paling berpotensi terkena stunting adalah mereka yang masuk kategori garis kuning sehingga bila tidak segera ditangani akan masuk garis merah.
TPPS telah menetapkan berbagai program untuk melakukan penanganan agar bayi-bayi ini tidak masuk kategori garis merah lewat pendekatan spesifik oleh Dinkes dan pendekatan sensitif oleh OPD lain yang masuk TPPS.
Contohnya, melalaui ketersediaan air bersih, perumahan yang layak huni, hingga ketersediaan pangan yang masuk kategori pendekatan sensitif.
Peranan orang tua juga sangat membantu Pemerintah dalam menekan angka stunting pada anak sejak masih di dalam kandungan dengan pola makan yang teratur dan bergizi hingga mengonsumsi suplemen penambah darah untuk merangsang pertumbuhan janin.
Ada beberapa gejala stunting pada anak yang harus diwaspadai orang tua yakni pertumbuhan tulang yang tertunda, berat badannya rendah atau tidak sebanding dengan anak sesuainya, dan postur tubuh anak lebih pendek.
Untuk itu perlu ada peranan aktif orang tua untuk melakukan pencegahan sejak dini dengan harapan selalu rutin melakukan pemeriksaan kandungan ke fasilitas kesehatan terdekat, rutin mengonsumsi tablet tambah darah, serta memenuhi asupan gizi, seperti protein hewani yang baik bagi tumbuh kembang janin.
Bayi dengan usia di atas 6 bulan perlu diberikan konsumsi protein hewani dan tetap melanjutkan ASI, serta rutin mendatangi posyandu setiap bulan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan serta mengikuti imunisasi balita.
Jika tidak ditanggulangi sejak dini, stunting tidak hanya merugikan anak itu sendiri, tapi berdampak pada terganggunya pertumbuhan ekonomi bangsa.
Pada level regional, stunting juga memicu penduduk miskin di Maluku kian bertambah. Oleh karena itu, masalah stunting harus diatasi bersama-sama demi menyiapkan generasi mendatang yang sehat, kuat, dan cerdas.(Antara-DMS)