Jakarta – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) telah mengidentifikasi bahwa partai politik belum mempersiapkan dengan baik bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Daftar Calon Sementara (DCS) untuk Pemilu 2024.
Aji Pangestu, Manajer Pemantauan Seknas JPPR, menyatakan bahwa data DCS yang diterbitkan oleh KPU hanya mencakup informasi dasar seperti daerah pemilihan, partai politik, nama bacaleg, domisili bacaleg, jenis kelamin, nomor urut, dan persentase jumlah pencalonan, termasuk persentase keterwakilan perempuan.
Aji menjelaskan, “Berdasarkan data tersebut, JPPR telah melakukan pemantauan terhadap keterpenuhan keterwakilan perempuan dalam proses pencalonan, serta menghitung jumlah bacaleg yang mencalonkan diri di dapil lain yang bukan merupakan tempat domisili mereka.”
KPU telah secara resmi mengumumkan DCS pada tanggal 19 Agustus 2023. Namun, menurut Aji, orientasi dari masukan dan tanggapan masyarakat yang diatur oleh PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan DPR dan DPRD pada tanggal 19 hingga 28 Agustus 2023 seharusnya bertujuan untuk memastikan bahwa bacaleg yang telah ditetapkan sebagai calon sementara memenuhi syarat dan tidak terlibat dalam pemalsuan dokumen.
Untuk mengatasi hal ini, JPPR telah memantau rekam jejak calon berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat melalui posko aduan pencalonan yang telah mereka buka sejak awal tahapan pencalonan.
Terkait dengan keterwakilan perempuan, JPPR telah memastikan bahwa persyaratan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen dalam setiap daerah pemilihan telah terpenuhi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf a Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa “Daftar bacal calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil” dan “Dalam hal penghitungan 30 persen, jumlah bacal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.”
Namun, berdasarkan Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa “Daftar bacal calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,” beberapa partai politik peserta Pemilu 2024 di beberapa daerah pemilihan belum mencapai target tersebut.
Dalam konteks komitmen partai politik mengenai keterwakilan perempuan, Aji menyebutkan bahwa pada Pemilu 2019, kebanyakan bacaleg terpilih adalah mereka yang mendapatkan nomor urut pertama.
Pada konteks bacaleg yang mencalonkan diri di daerah pemilihan yang bukan tempat tinggal mereka, meskipun tidak ada larangan berdasarkan aturan teknis pencalonan, pemantauan JPPR terhadap hal tersebut penting untuk memastikan relevansi dengan kebutuhan masyarakat dan prosedur demokrasi yang sesuai.
Aji mengemukakan beberapa dampak negatif dari pencalonan di wilayah yang bukan tempat tinggal calon, termasuk ketidakpahaman calon terhadap persoalan masyarakat setempat, kesulitan pemilih dalam mengetahui rekam jejak calon, potensi praktik politik uang yang memengaruhi pemilih, dan fokus partai politik hanya pada popularitas calon daripada pendidikan politik.
Aji juga mencatat bahwa partai politik nampaknya belum siap dalam mencalonkan kader dan anggotanya di banyak daerah pemilihan.
Demikianlah pernyataan Aji mengenai ketidaksiapan partai politik dalam menyiapkan bacaleg untuk Pemilu 2024. DMS