Jakarta – Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menghadirkan kekayaan dua per tiga wilayahnya dalam bentuk lautan yang memanjang. Dalam peranannya sebagai negara maritim, Indonesia sangat bergantung pada jaringan pelabuhan sebagai sarana utama untuk konektivitas, perdagangan, serta distribusi barang dan layanan.
Pelabuhan menjadi tulang punggung ekonomi sekaligus jaringan vital yang menghubungkan ribuan pulau di dalam negeri. Keberadaan pelabuhan yang efisien dan berkualitas sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, memenuhi kebutuhan dasar penduduk, serta memastikan konektivitas yang lancar di seluruh kepulauan.
Menurut data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Indonesia telah memiliki 3.672 pelabuhan dan terminal pada tahun 2022. Dari jumlah ini, sebanyak 636 pelabuhan yang mendukung angkutan laut, terbagi menjadi 28 pelabuhan utama, 164 pelabuhan pengumpul, 166 pelabuhan pengumpul regional, dan 278 pelabuhan pengumpul lokal.
Dalam 636 pelabuhan tersebut, terdapat 102 pelabuhan komersial dan 534 pelabuhan non-komersial. Selain itu, 1.394 di antaranya adalah Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 432 Tahun 2017 menetapkan pembangunan 1.321 lokasi pelabuhan baru hingga tahun 2037. Namun, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan pelabuhan di Indonesia cukup besar. Periode 2016-2020 memerlukan dana sebesar 12,38 miliar dolar AS.
Dalam konteks RIPN periode 2021-2030, total kebutuhan investasi pengembangan pelabuhan mencapai 22,5 miliar dolar AS, dengan 28 persen diantaranya didanai oleh pemerintah dan sisanya 72 persen akan digarap oleh sektor swasta.
Mengingat keterbatasan alokasi dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Kemenhub telah menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur pelabuhan, guna mencapai target yang telah ditetapkan dalam RIPN.
Partisipasi BUMN dan sektor swasta bukan hanya diharapkan, tetapi juga menjadi kunci sukses dalam akselerasi pembangunan pelabuhan baru. Hal ini menjadi sangat penting mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, dan pelabuhan merupakan simpul konektivitas antardaerah yang mendukung pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional.
Berbagai bentuk partisipasi, seperti perjanjian konsesi, kerja sama pemanfaatan, penyewaan, kontrak manajemen, dan kerja sama operasi, telah digunakan untuk mendorong pembangunan dan pengelolaan pelabuhan dengan lebih efisien.
Selaras dengan upaya ini, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kemenhub, Antoni Arif Priadi, menekankan perlunya partisipasi sektor swasta dalam mendukung pembangunan infrastruktur pelabuhan, terutama mengingat besarnya target yang harus dicapai.
Saat ini, Indonesia telah menjalin 25 perjanjian konsesi sejak tahun 2012, termasuk pengelolaan pelabuhan eksisting dan pembangunan pelabuhan baru. Partisipasi swasta ini sangat penting untuk mengurangi biaya logistik yang tinggi dan memastikan harga barang yang terjangkau, terutama di wilayah kepulauan yang masih kekurangan pelabuhan dan layanan yang memadai.
Selain itu, pengembangan pelabuhan juga harus dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan ekonomi, bukan hanya karena pertimbangan politik. Dengan pendekatan yang bijak, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap pelabuhan yang dibangun akan menjadi investasi yang efisien dan sesuai dengan prinsip ekonomi biru.
Dalam upaya mencapai visi menjadi poros maritim dunia, sinergi antara komoditas dan jasa, peningkatan kualitas pelabuhan, serta standar pelayanan yang tinggi harus menjadi fokus utama. Infrastruktur dasar seperti jalan, transportasi air, proses bongkar muat, dan pasokan energi yang memadai juga harus diperhatikan.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-43 di Jakarta pada awal September 2023, para pemimpin mencapai kesepakatan penting dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi kelautan. Melalui ASEAN Blue Economy Framework, mereka berkomitmen untuk membangun ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan.
Sebagai negara maritim terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki peran kunci dalam mengembangkan ekonomi kelautan di kawasan ini. Dengan terus membangun konektivitas antarpelabuhan, Indonesia berambisi untuk menjadi poros maritim dunia yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang efektif dan efisien. DMS