Jakarta, (DMS) – Tim dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Tengah mengunjungi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Mutiara Hati untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran hak asasi manusia terkait pemecatan Novi Citra Indriyati, vokalis band Sukatani, yang dikenal dengan nama panggung Twister Angel.
“Kami hadir untuk memastikan apakah pemberhentian tersebut telah sesuai dengan prosedur yang benar dan tidak melanggar hak-hak individu yang bersangkutan,” ujar Kepala Sub Bidang Pemajuan HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, Hawary, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2).
Dalam kunjungan tersebut, tim Kemenkumham diterima oleh Ketua Yayasan SDIT Mutiara Hati, Khaerul Mudakir, serta Kepala Sekolah, Eti Endarwati. Menurut keterangan pihak sekolah, keputusan pemberhentian Novi tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
“Sekolah dan yayasan telah memberikan kesempatan klarifikasi kepada yang bersangkutan. Jika Novi dapat menjaga martabat yayasan, sekolah terbuka untuk menerima kembali beliau sebagai guru,” kata Khaerul dalam rilis yang disampaikan Kemenkumham.
Kemenkumham menegaskan bahwa kunjungan ini merupakan langkah penting untuk memastikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi dan hak mendapatkan penghidupan yang layak.
“Kami berharap semua pihak dapat mencapai solusi yang adil, berlandaskan prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi, serta memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat,” ujar Hawary.
Sebelumnya, pihak sekolah menyatakan bahwa Novi telah mengajar sebagai guru kelas IV sejak 2 November 2020. Namun, per 6 Februari 2025, ia diberhentikan dengan alasan melanggar kaidah dan kode etik sekolah.
Pemecatan Novi mencuat di tengah sorotan publik terhadap band Sukatani yang menjadi perbincangan setelah mereka mencabut lagu “Bayar Bayar Bayar.” Lagu tersebut menyoroti fenomena pungutan dalam berbagai urusan dengan kepolisian. Band asal Purbalingga itu kemudian menyampaikan permintaan maaf melalui video di akun media sosial mereka.
Publik menduga pencabutan lagu tersebut terjadi karena tekanan dari pihak tertentu, termasuk aparat kepolisian. Salah satu bagian lirik dalam lagu itu berbunyi, “Mau bikin SIM, bayar polisi, ketilang di jalan, bayar polisi.”
Sebagai bentuk solidaritas, publik menggemakan lagu tersebut di media sosial. Bahkan, massa aksi “Indonesia Gelap” turut menyanyikannya dalam unjuk rasa di berbagai kota, termasuk Jakarta dan Yogyakarta, pada Jumat (21/2) lalu.DMS/CC