Masohi, Malteng (DMS) – Pemerintah dan masyarakat Negeri Tananahu menolak rencana PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Regional 8 membuka perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka.
Raja Negeri Tananahu, Yulia Awayakuane, menegaskan bahwa PTPN tidak berhak memanfaatkan lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang telah berakhir sejak 2012.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum perpanjangan HGU yang diklaim oleh PTPN pada 2019. Menurutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997, perpanjangan HGU harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa atau negeri, yang dalam hal ini telah ditolak oleh Negeri Tananahu.
Selain itu, Yulia menekankan bahwa rencana perkebunan sawit harus melalui proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang disetujui pemerintah negeri. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Ia juga menyoroti bahwa pihak PTPN tidak pernah melakukan konsultasi publik yang melibatkan Pemerintah Negeri Tananahu.
Pemerintah Negeri Tananahu mendesak Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, melalui Dinas Lingkungan Hidup, agar tidak mengeluarkan izin Amdal untuk proyek tersebut.
Diketahui, PTPN Regional 8 berencana mengembangkan perkebunan kelapa sawit di lahan seluas 8.836 hektare di Unit 1 Kebun Awaia.
Lahan tersebut mencakup wilayah ulayat Negeri Waraka, Tananahu, Liang Awaya, Sahulau, dan Negeri Samasuru, yang diklaim PTPN sebagai pemegang HGU.
PTPN mengklaim alih komoditas dari perkebunan cokelat ke kelapa sawit seharusnya dimulai pada 2024, tetapi masih terkendala perizinan, termasuk izin Amdal dan izin alih komoditas.
Amdal yang diajukan sejak 2023 mengalami keterlambatan karena perubahan nomenklatur dan penyesuaian izin tata ruang.
Universitas Pattimura telah dikontrak untuk melakukan konsultasi publik terkait Amdal sejak 2023, namun Pemerintah Negeri Tananahu menolak konsultasi tersebut, kecuali Dusun Rumalait.
Meskipun mendapat penolakan dari Negeri Tananahu, sebagian lahan ulayat Tananahu tetap masuk dalam rencana pengembangan sawit. PTPN juga mengklaim bahwa proyek ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total luas HGU 8.836 hektare berdasarkan 17 sertifikat.
Jika seluruh izin selesai pada 2025, PTPN menargetkan pembukaan lahan dan persiapan pembibitan sawit pada 2026. Investasi perkebunan sawit ini diperkirakan bernilai lebih dari Rp1 triliun dan dapat menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja. (DMS)